PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN MELALUI METODE E-LEARNING DI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO (disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengembangan kapasitas yang di ampu oleh bapak Prof. Dr. Arifin Tahir M, Si)
PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN
MELALUI METODE E-LEARNING DI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
(disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah pengembangan kapasitas yang di ampu oleh bapak Prof.
Dr. Arifin Tahir M, Si)
DISUSUN OLEH:
ALIF DIO BRILIAN UTAMA PUTRA (941417002)
UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI S1 ILMU
ADMINISRTASI PUBLIK
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Dengan meyebut nama Allah SWT yang Maha
pengasih lagi Maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “PENGEMBANGAN KAPASITAS” tentang “PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN
MELALUI METODE E-LEARNING”
Adapun makalah
tentang “PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN MELALUI METODE E-LEARNING” ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak
lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang
dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatannya sehingga dapat memberi inpirasi terhadap pembaca.
Gorontalo,
24 Maret 2020
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Wahana utama dalam pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan dan
pelatihan. Namun bila memperhatikan keadaan geografi, sosial-ekonomi dan
beragamnya kebudayaan Indonesia, maka jelaslah bahwa sudah tidak memadai lagi
(tidak praktis) apabila hanya mengandalkan cara-cara pemecahan tradisional
semata. Karena itu, berbagai strategi alternatif yang berkaitan dengan
permasalahan perlu dikaji dan diterapkan.
Dalam era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak
mau, harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini
disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita
sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi,
maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju. Berkembangnya teknologi ilmu
informasi dan komunikasi memberi dampak terhadap berbagai sendi kehidupan,
termasuk dunia pendidikan.
Pendidikan
jarak jauh atau dapat juga disebut sebagai pembelajaran jarak jauh, mungkin
sudah mulai dilirik oleh para pelaku pendidikan untuk dijadikan salah satu
solusi dari masalah pendidikan diatas. Lebih tepatnya lagi mulai menjadi “trend-center” dalam dunia pendidikan kita. Sebenarnya
istilah tersebut sudah lama digaungkan bahkan diterapkan oleh para pendidik
maupun peserta didik dalam suatu proses pembelajaran yang dalam hal ini lebih
banyak dilakukan secara terpisah di luar kelas. Secara terpisah disini berarti
antara pendidik dan peserta didik tidak berada dalam satu ruangan yang sama
bahkan waktunyanya pun bisa berbeda.
Perkembangan teknologi internet memberikan nuansa sistem
pendidikan jarak jauh yang lebih terbuka lagi. Sistem pembelajaran yang
berbasis web yang popular dengan sebutan electronic learning (e-learning),
Web-Based Training (WBT) atau kadang disebut Web-Based Education(WBE), kampus
maya (Virtual camous), m-learning(mobile learning) dan lain-lain sudah mulai
dikembangkan secara luas. Dengan
keadaan yang demikianlah, belajar jarak jauh dan pendidikan terbuka/jarak
jauh akan menjadi pelopor memasuki
dekade baru.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran
e-learning?
2.
Teori-teori belajar apa yang mendukung model pembelajaran e-learning?
3.
Bagaimanakah sintaks model pembelajaran e-learning?
4.
Apa kelebihan dan kekurangan e-learning?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang
diharapkan akan tercapai, setelah membaca dan memahami makalah ini, yakni
sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengertian,
karakteristik dan hakikat model
pembelajaran e-learning
2.
Mengetahui teori-teori belajar yang mendukung model pembelajaran e-learning
3.
Mengetahui sintaks model
pembelajaran e-learning
4.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran e-learning
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1
Pengertian, Prinsip
dan Hakikat E-Learning
Sebelum e-learning
lahir, yang populer lebih dulu ialah Computer Assisted Instruction (CAI)
dan Computer Assisted Learning (CAL). Media yang digunakan berupa
disket, PC (komputer pribadi) atau komputer mainframe yang diakses
melalui work station lokal. Awalnya,
konsep CAI dan CAL diarahkan untuk menggantikan peran dosen. Namun, hal itu
tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak
mampu memberikan interaksi sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu
dikombinasikan dengan dosen.
Setelah komputer terhubung ke jaringan (dan kini bahkan jaringan antar
jaringan alias internet), istilahnya bergeser menjadi e-learning. Di
situlah terjadi perubahan paradigma dari teaching menjadi learning.
Dengan demikian, pemanfaatan e-Learning
dipusatkan pada kegiatan belajar, bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar
bermain dan berselancar di dunia maya, klik sana-sini untuk pindah dari satu
situs ke situs lain, men-download, berlatih, mencerna, menjawab
pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya berubah, menjadi lebih cerdas,
menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak
para ahli yang mendefinisikan e-learning
sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan e-learning
sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi elektronik (radio,
televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya Kumar C. Koran (2002),
mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi
pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning
sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan
belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh
bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg
(2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah
untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran
lewat teknologi elektronik internet.
Secara
lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam
e-Learning, yaitu:
a. e-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki
secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing
pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning,
sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b. e-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones,
pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan
pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c. e-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas,
solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian
di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning
adalah pemanfaatan teknologi internet. e-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning
dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan
konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional. Dalam
hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning
sebagai berikut:
a.
e-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
b.
e-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
c.
e-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
2.1
Analisis
Teori Belajar dalam Model Pembelajaran E-Learning
Berdasarkan
beberapa hal menyangkut
penjabaran tentang pembelajaran jarak jauh, baik pengertian, prinsip, faktor,
dll, menurut kelompok Kami, ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai
dasar pembelajaran jarak jauh (E-Learning)
yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme. Hal ini tidak terlepas
dari pendapat-pendapat ahli dan penjelasan dari beberapa sumber referensi.
Berikut penjabarannya:
A.
Behaviorisme
Aliran behavioristik menganggap bahwa belajar adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, disebabkan oleh stimulus eksternal.
Mereka melihat pikiran sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus
dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir
yang terjadi di pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk
merealisasikan materi e-learning berkaitan
dengan pemikiran behavioristik:
a)
Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah
instruksional yang dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus,
hukum, kategori, prinsip, definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk
meningkatkan pemahaman.
b)
Perancang harus menetapkan urutan pengajaran dengan
menggunakan percabangan bersyarat ke unit instruksional lain. Umumnya, kegiatan
diurutkan dari mudah ke sukar atau kompleks.
c)
Untuk meningkatkan efisiensi belajar, mahasiswa diminta
mengulangi bagian tertentu maupun mengerjakan tes diagnostik. Meskipun
demikian, perancang dapat juga mengijinkan mahasiswa memilih pelajaran
berikutnya, yang memungkinkan mahasiswa mengontrol proses belajarnya sendiri.
d) Pendekatan behavioristik menyarankan untuk
mendemonstrasikan ketrampilan dan prosedur yang dipelajari. Mahasiswa
diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang dengan
umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat digunakan untuk
meningkatkan motivasi.
Secara keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan
terstruktur dan deduktif untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan,
dan informasi faktual dapat cepat diperoleh mahasiswa. Implikasi lebih jauh
terhadap e-learning adalah belajar
secara nyata, memilah-milah bahan ajar, mengakses tingkat prestasi, dan memberikan umpan balik.
B.
Kognitivisme
Teoretikus kognitif mengakui bahwa banyak pembelajaran
yang melibatkan asosiasi-asosiasi yang terbentuk melalui hubungan dan
pengulangan. Mereka juga mengakui pentingnya penguatan, meski mereka menekankan
perannya dalam memberikan umpan balik tentang kebenaran respons atas perannya
sebagai motivator (Mark K. Smith, 2009: 81).
Aliran kognitif menganggap bahwa belajar merupakan proses
internal yang melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta
kognisi. Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemrosesan informasi,
dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke memori jangka
pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran transformasi dalam
pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan secara permanen di memori
jangka panjang dalam bentuk paket-paket pengetahuan. Perancang instruksional
harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
a)
Strategi pembelajaran sebaiknya meningkatkan proses
belajar dengan mendayagunakan semua indera, memfokuskan perhatian mahasiswa melalui
penekanan pada informasi penting, dan menyesuaian dengan level kognitif mahasiswa.
b)
Perancang instruksional sebaiknya mengaitkan informasi
baru dengan informasi lama yang telah ada di memori jangka panjang. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan awal untuk mengaktifkan
struktur pengetahuan yang diperlukan untuk materi ajar baru.
c)
Bahan ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya
belajar yang berbeda-beda.
d)
Mahasiswa perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi
belajar yang menstimulasi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
e)
Strategi pembelajaran sebaiknya mendorong mahasiswa
menggunakan ketrampilan meta kognitifnya dengan cara merefleksi apa yang mereka
pelajari.
f) Strategi pembelajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar
dengan situasi riil, sehingga mahasiswa dapat mengaitkan pengalaman mereka
sendiri.
Secara keseluruhan, perancang instruksional harus
memikirkan mulai dari perbedaan aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi,
kolaborasi maupun meta kognitif. Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk
mencapai tujuan belajar tingkat tinggi. Kelemahannya adalah jika mahasiswa
tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.
C.
Konstruktivisme
Aliran konstruktivisme menganggap bahwa mahasiswa
membangun pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari
pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. (C. Asri
Budiningsih. 2008: 58)
Dalam konstruktivistik, belajar dapat dilihat sebagai
suatu proses yang aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun
dari orang lain. Mahasiswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun
pengetahuan bukan diberi pengetahuan melalui pembelajaran. Perancang
instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi e-learning:
a) Mahasiswa diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti
menerapkan informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran personal
terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
b) Untuk mendorong mahasiswa membangun pengetahuan mereka
sendiri, dosen harus memberikan pembelajaran online yang interaktif. Mahasiswa
harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi dengan mahasiswa lain.
c) Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif.
Bekerja dengan mahasiswa lain memberikan mahasiswa pengalaman riil dan
memperbaiki ketrampilan meta kognitif mereka.
d) Mahasiswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan
materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan
refleksi.
e) Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan
cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu, aktivitas
sebaiknya mendorong mahasiswa menerapkan materi ajar.
f) Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang baru, e-learning
menghadapi masalah yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir
tingkat tinggi sulit dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan
memberikan cara lain seperti aktivitas sosial maupun interaksi dengan mahasiswa
lain, belajar berbasis konteks, penilain kinerja untuk mengatasi masalah
tersebut.
Dari
pemaparan ketiga teori di atas, kelompok Kami berpendapat bahwa Teori belajar
behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme melandasi pengembangan desain
pembelajaran jarak jauh. Teori behaviorisme menjadi rujukan dalam mengembangkan
desain pembelajaran khususnya dalam bentuk pemberian umpan balik dalam latihan
soal dan petunjuk praktis dalam tugas. Teori kognitivisme menjadi acuan
dalam mengembangkan dan mengorganisasi materi serta aktivitas pembelajaran.
Mengacu pada teori kognitivisme, maka materi dan aktivitas pembelajaran
didesain agar pembelajaran memiliki makna bagi diri peserta didik, dan
menumbuhkan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Teori konstruktivisme
menjadi inspirasi dalam mengembangkan bahan ajar, tugas dan diskusi agar
mengandung muatan-muatan yang bersifat kontekstual dan memberikan pengalaman
belajar peserta didik.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Penerapan/Sintaks
Model Pembelajaran e-Learning
Berikut ini
sintaks model pembelajaran e-learning:
1. Mempelajari
materi melalui file yang disediakan oleh pendidik
(file
Pdf, doc, ppt, html, swf, flv, dll). Mahasiswa juga dapat mencari materi yang
masih berhubungan dengan materi yang diberikan oleh dosen.
2. Memperdalam
materi melalui tutorial online (forum diskusi, chatting, konferensi) dan tutorial tatap muka
3. Mempraktekkan/Menerapkan
melalui kegiatan praktek live (sinkronous live) dan mengerjakan tugas
(assignment)
4. Mengukur
penguasaan melalui kuis dan test akhir
3.2
Kelebihan dan
Kekurangan Model Pembelajaran e-Learning
Dari
berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di
literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya
dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh . beberapa kelebihan tersebut antara
lain:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di
mana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas
internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan
dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b. Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan
bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui
internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar
dipelajari;
c. Mahasiswa dapat belajar atau me-review
bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d.
Bila mahasiswa
memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya,
ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e.
Baik dosen
maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas.
f.
Berubahnya
peran mahasiswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g.
Relatif
lebih efisien.
Walaupun demikian
pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas
dari berbagai kekurangan. Berikut beberapa kekurangan e-learning.
a.
Keterbatasan
biaya untuk mengakses web mengingat untuk melakukan sebuah pembelajaran
e-learning harus terkoneksi dengan saluran internet yang stabil, otomatis
seorang mahasiswa harus mempunyai paket data atau pergi ke warnet untuk menyewa
jasa internet.
b.
Tidak
efektifnya proses pembelajaran dikarenakan materi yang dijelaskan tidak
terserap secara maksimal
c.
Kurangnya
interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar mahasiswa itu sendiri.
Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses
belajar dan mengajar;
d.
Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial;
e. Proses belajar dan mengajarnya cenderung
ke arah pelatihan daripada pendidikan;
f. Berubahnya peran dosen dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
g. Mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal;
h. Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
i.
Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan
soal-soal internet; dan
j.
Kurangnya
penguasaan bahasa komputer.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami
simpukan bahwa :
1. Pada
dasarnya model pembelajaran e-learning adalah model pembelajaran yang
menciptakan pengalaman belajar dengan mendayagunakan teknologi informasi dan
komunikasi secara tepat.
2. Tiga kriteria dasar yang ada dalam e-Learning, yaitu:
-
e-Learning
bersifat jaringan
-
e-Learning
dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar
teknologi internet.
-
e-Learning
terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas.
3. Secara
filosofis e-Learning dapat dipandang
sebagai:
-
e-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
-
e-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
-
e-Learning
tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
4. Ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar
pembelajaran jarak jauh (E-Learning)
yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme
Komentar
Posting Komentar