MAKALAH ILMU DAN SENI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ILMU DAN SENI DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DISUSUN OLEH:
Alif
Dio Brilian Utama Putra (941417002)
Desi
harmain (941417010)
Ulyan
Idris (941417006)
PROGRAM
STUDI S1 ILMU ADMINISRTASI PUBLIK
JURUSAN
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
2019
Dengan
meyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEJIK”
tentang “ILMU DAN SENI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN”
Adapun
makalah tentang “HAKEKAT KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI” ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.
Namun
tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang
ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini
dapat diambil hikmah dan manfaatannya sehingga dapat memberi inpirasi terhadap
pembaca.
Gorontalo,
20 September 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulis............................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................... 3
2.1 Ilmu Dan Seni Pengambilan Keputusan........................................................ 3
2.2 Pengambilan Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama..................................... 6
2.3 Faktor-Faktor Penentu Pengambilan
Keputusan........................................... 8
2.4 Informasi : Bahan Baku Utama
Pengambilan Keputusan........................... 11
2.5 Gaya Pemikiran Dan Persepsi...................................................................... 15
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 25
3.2 Saran............................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 26
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat tiga masalah atau kajian induk yang perlu
menjadi perhatian mendalam dari setiap pengambil keputusan/manajer, yaitu:
masalah tentang perwakilan (problem of trusteeship), masalah komunikasi
(problem of communication) dan masalah pengambilan keputusan (problem of
decision-making). Ketiga pokok kajian masalah dalam lingkup organisasi ini akan
selalu berputar pada poros pencapaian Visi dan misi organisasi dan ketiganya
memiliki hubungan saling terkait. Untuk ketiganya, terdapat beragam “varian”
disiplin studi yang dikembangkan. Setiap disiplin tidak akan beranjak jauh dari
tiga kajian induk tersebut. Kegagalan manajer dalam menangani dengan baik
masalah atau kajian tersebut akan menghantarkan organiSasi pada kehancuran.
Proses
pengambilan keputusan tidak mungkin terlaksana tanpa ketersediaan informasi.
Informasi dapat dikatakan sebagai bahan mentahnya (raw material) proses pengambilan keputusan. Tanpa kehadiran
informasi, sulit untuk menghasilkan keputusan yang baik, atau bahkan mungkin
sulit untuk melaksanakan proses pengambilan keputusan.
Jantung dari proses pengambilan keputusan adalah
tentang pemikiran dan persepsi. Cara pandang seseorang akan lingkungannya, akan
dunianya, mempengaruhi bagaimana seseorang mempertanyakan sesuatu dan
bagaimang orang tersebut akan menerima
penjelasan yang diberikan atas pertanyaam-pertanyaannya. Tahapan yang lebih
jauh dari mempertanyakan adalah meragukan sesuatu dan meragukan hampir segala
sesuatu (scepticism). Seorang manajer
dapat mengajukan beragam pertanyaan tentang kegiatan bisnis, organisasi,
keuangan atau kajian tentang pemasaran. Penjelasan atas pertanyaan
pertanyaannya dapat berupa jawaban normatif subyektif, atau lebih bersifat
positif obyektif. Hal tersebut tergantung dari pemikiran dan persepsi yang dia
milikj tentang dunianya.
Diskusi
mengenai cara pandang manusia akan dunianya; memandu kita pada diskusi tentang
cara pandang tentang masalah. Pada akhinya cara pandang tentang masalah akan
mendorong terbentuknya proses penentuan keputusan yang ; berbeda-beda. Metode
atau pendekatan ilmiah terhadap proses penentuan keputusan memiliki sejumlah
langkah yang berbeda dibandingkan sejumlah pendekatan berdasarkan atas gaya
pemikiran lainnya. Metode ilmiah atas dasar pemikiran rasional-empiris lebih
disukai dalam pendekatan manajemen modern dibandingkan pendekatan lainnya. Oleh
terdapatnya cara pandang ilmiah dalam pembuatan keputusan, maka timbulah kajian
scientific approach to management.
Pendekatan tersebut memiliki sejumlah perbedaan dibandingkan pendekatan lainnya
dalam memecahkan masalah. Hal pokok yang melandasi pendekatan tersebut adalah
penerapan logika scientifika, double movement of reflective thought
dan metode ilmiah atas landasan teori probabilitas (probability theory). Pendekatan yang dipakai dalam manajemen
ilmiah berangkat dari pemanfaatan dan pengolahan sebagai bahan baku utama
kegiatan bisnis. KaIena ilmu pengetahuan adalah landasan dari penentuan
keputusan untuk memecahkan masalah, maka diskusi tentang pengambilan keputusan
akan kita kaitkan dengan sumber pencapaian terhadap ilmu pengetahuan; gaya
pemikiran dan persepsi.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Ilmu Dan Seni Pengambilan Keputusan
2.
Pengambilan
Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama Dalam Teori Dan
Perilaku Organisasi
3.
Faktor-Faktor Penentu Pengambilan Keputusan
4.
Informasi : Bahan Baku Utama Pengambilan
Keputusan
5.
Gaya Pemikiran Dan Persepsi
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Ilmu Dan Seni
Pengambilan Keputusan
2.
Pengambilan
Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama Dalam Teori Dan
Perilaku Organisasi
3.
Faktor-Faktor Penentu Pengambilan
Keputusan
4.
Informasi : Bahan Baku Utama Pengambilan
Keputusan
5.
Gaya Pemikiran Dan Persepsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Ilmu
Dan Seni Pengambilan Keputusan
A.
Pengambilan Keputusan Sebagai Sebuah Ilmu Dan Seni
Manusia adalah makhluk pembuat keputusan (desicion-making man), pengambilan
keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Pengambilan
keputusan terjadi setiap saat sepanjang hidup manusia. Kehidupan manusia adalah
kehidupan yang selalu diisi oleh peristiwa pengambilan keputusan. Kita dapat
mengatakan: “tiada
saat tampa pengambilan keputusan” keputusan adalah causa
bagi respond tindakan, bagi effect konsekuensi. Namun, ebanyakan
dari manusia tidak pernah tahu akan konsekuensi dari sebuah keputusan yang di
ambil. Keidaktahuan atas bagaimana seharusnya sebuah keputusan dapat
menghantarkan kita pada dua konsekuensi: baik atau buruk.
Pengambilan keputusan merupakan ilmu dan seni yang
harus dicari, dipelajari dimiliki dan dikembangkan secara mendalam oleh setiap
orang. Bila manusia gagal menguasai bidang tersebut, maka muncullah beragam
masalah. Masalah yang muncul dalam pencapaian tujuan dapat dihubungkan dengan
ketidakmampuan kita dalam melakukan proses pengambilan keputusan, dalam
menentukan pilihan yang tepat. Kita tidak lagi menguasai dengan benar dan baik
bagaimana seharusnya pengambilan keputusan dilakukan.
Pengamblan keputusan disebut sebagai seni karena
kegiatan tersebut selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa yang memiliki
karakteristik keunikan tersendiri. Keputusan yang diambil dalam kasus penentuan
pembelian bangunan untuk kantor organisasi dengan keputusan yang diambil untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia memerlukan pendekatan pengambilan
keputusan yang berbeda-beda. Pegambilan keputusan terprogram dan tidak
terprogram, pengambilan keputusan dalam kondisi konflik atau tekanan waktu,
memerlukan penetapan seni tersendiri yang bersifat unik. Pengambilan keputusan
yang merupakan seni selalu terkait pada tujuan yang hendak dicapai, jenis
masalah yang dihadap, serta faktor-faktor lngkungan yang mempengaruhi. Setiap
keputusan yang muncul atas pandangan pengambilan keputusan sebagai sebuah seni
akan ‘’memiliki cita rasa dan nuansa’’ yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
dapat muncul semejak pembuat keputusan memiliki perbedaan dalam beragam hal,
seperti: perbedaan kecerdasan, kerangka berpikir, tingkat preferensi atas masalah
serta persepsi. Selain itu, pengambilan keputusan sebagai seni juga di
pengaruhi oleh perbedaan beragam faktor limgkungan internal organisasi,
seperti: budaya dan struktur organisasi, gaya kepemimpinan atasan dan sistem
komunikasi dalam organisasi.
Pengambilan keputusaan merupakan ilmu, karena
aktivitas tersebut memiliki sejumlah cara, metode atau pendekatan tertentu yang
bersifat sistematis, teratur dan terarah. Pendekatan atau langkah-langkah
pengambilan keputusan dikatakan sistematis oleh terdapatnya sejumlah langkah
A-Z yang jelas dalam menjawab sebuah masalah. Kejelasan langkah tersebut
menjadikan pengambilan keputusan bersifat teratur dan terarah, yang berarti
aktivitas tersebut selalu diarahkan untuk menghasilkn solusi serta tindakan
yang tegas bagi pencapaian tujuan. Ilmu pengambilan keputusan didasarkan atas
penerapan.
Ilmu dan seni pengambilan keputusan pada akhinya
betujuan untuk memudahkan manusia dalam menentukan keputusan terbaik. Dimana
keputusan yang diambil akan mempengaruhi cara pencapaian tujuan yang hendak
diraih. Dari sejumlah pandangan tersebut di atas definisi tentang pengambilan
keputusan dapat dinyatakan sebagai ilmu dan seni pemelihan alternatif solusi
atau alternatif tindakan dari sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang
tersedia guna menyelesaikan masalah. Pengambilan keputusan dapat juga
didefinisikan sebagai studi mengenai langkah-langkah pengambilan keputusan,
atau kajian kritis tentang cara-cara pengambilan keputusan yang baik.
Pengambilan keputusan merupakan pendekatan terhadap metode penyelesaian masalah
dan pencapaian tujuan.
Pengambilan
keputusan merupakan bakat bawaan manusia yang dalam perkembangannya, bakat
tersebut harus terus diasah melalui pendalaman atas ilmu dan seninya, sebagai
makhluk pembuat keputusan, kegagalan dalam menguasai ilmu dan seni tersebut
akan mengakibatkan sulitnya kita menyeimbangkan antara pencapaian tujuan yang
diinginkan, dengan perbaikan dan penigkatan kualitas kehidupan dan lingkungan.
Masalah tentang penyeimbang dua tujuan ini merupakan pekerjaan rumah terberat
bagi kajian pengambilan keputusan.
B.
Relasi Antara Pengambilan Keputusan Dengan Pencapaian
Tujuan
Setiap manusia memiliki tujuan yang hendak diraih.
Tujuan tersebut dapat diraih secara “sendiri”, atau dicapai melalui kelompok.
Organisasi merupakan wadah atau alat yang digunakan oleh manusia untuk
mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan saling berinteraksi
untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Pada saat ini, lingkungan eksternal
organisasi bisnis berubah dengan pesat. Perubahan tersebut mendorong setiap
organisasi umtuk mempertimbangkan penerapan sejumlah konsep manajemen
perubahan, seperti organisasi pembelajaran, dalam organisasinya. Organisasi muncul didorong oleh kemunculan
sejumlah masalah dan tantangan yang harus dihadapi manusia. Masalah utama yang
dihadapi para pengelolanya adalah menemukan kebijakan dan strategi terbaik agar
organisasi tetap dapat bertahan hidup dan menciptakan kemakmuran bagi para
pemilik maupun pengelolanya.
Pencapaian tujuan merupakan konsep yang dikaitkan
dengan masa depan. Artinya, tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang atau organisasi merupakan sesuatu yang
hendak diraih untuk meraih tujuan tersebut kita dihadapkan pada kelangkaan sumber daya. Kelangkaan (scarcity) dengan
menjadi salah satu faktor penghambat seseorang arau organisasi mencapai tujuan
ideal yang diharapkan. Selain kelangkaan, konsep lain yang nerupakan hambatan
bagi pencapaian tujuan adalah konsep tentang ketidakpastian. Dari
ketidakpastian yang terwujud, terdapat dua peluang kondisi yang akan muncul.
Kondisi pertama mengahasilkan keuntungan, dengan asumsi, manusia dapat
melakukan permalan atasa apa yang akan terjadi pada masa denpan dengan tepat.
Kondisi kedua meghasilkan kerugian atau risiko. Risiko dikatakan sebagai
kesenjangan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan atau hasil yang
terealisasi.
Ketidakpastian dan peluang terjadinya peristiwa yang
tidak diinginkan mendorong kita untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
inpormasi menjadi data yang dapat dipakai sebagai panduan dalam menentukan
keputusan. Dengan demikian informasi merupakan kata kunci yang mendorong
manusia, manajer dalam melakukan tindakan dan menetapkan keputusan guna
mencapai tujuan.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bidang
kajian utama dalam ilmu manajemen. Pengambilan keputusan telah menjadi tugas, kewajiban dan
tanggungjawab bagi setiap manajer. Pengambilan keputusan yang dilakukan seorang
manejer bukan sekedar “ hanya pengambiln keputusan” atau “... yang penting
mengambil keputusan”. Tidak! Dan bukan demikian. Pengambilan keputusan yang berkualitas
dikaitkan dengan dua keadaan (sesuai dengan pandangan disiplin perilaku organisasi)
: keadaan pertama kualitas pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi mekanisme
pencapaian tujuan pribadi, seperti kesejahteraan, karir, kepuasan kerja dan lain-lain.
Keadaan kedua pengambilan keputusan yang memberikan ontribusi besar terhadap
pencapaian tujuan sosial, tujuan organisasi, atau tujuan bersama. Seluruh
konsep, metode, teori serta teknik yang terdapat dalam ilmu manajemen pada
akhirnya akan ditujukan untuk membantu manejer dalam membuat keputusan terbaik.
Keputusan yang diambil oleh para pengelola organisasi akan mendorong organisasi
dalam mencapai tujuan. Bila tujuan organisasi berhasil dicapai maka secara
otomatis tujuan pribadi para manejer akan diraih juga. Para pembuat keputusan
dapat dikatakan telah membuat keputusan yang baik bila alternatuf solusi yang
mereka pilih menujukan hasil yang sesuai dengan apa yang diperkirakan. Ini
menandakan penilaian baik buruknya suatu keputusan atas dasar hasil pencapaian.
Kesesuaian antara yang diperkirakan dan kenyataan merupakan indikator penting
mengenai pengambilan keputusan. Namun masalah justru terletak pada bagaimana
kita dapat menentukan tingkat keberhasilan atau kesesuain yang di perkirakan
dengan kenyataan.
Kesulitan dalam mewujudkan kesesuaian tentang hasil
yang mungkin terjadi dengan kenyataan mendorong kita menetapkan proses
pengambilan keputusan secara cerdas. Dimana proses tersebut dibantu oleh
sejumlah teknik analisis penentuan alternative solusi. Proses pengambilan
keputusan menunjukkan langkah sistematis tentang pencarian jawaban atas
pertanyaan: apa (what) masalah yang
dihadapi, mengapa (why) masalah
penting untuk diselesaikan dan bagaimana (how)
cara menyelesaikan masalah. Ketiga pertanyaan ini selalu muncul dalam
pencapaian tujuan organisasi
C.
Tipe-tipe Keputusan
Para pakar manajemen dan teori organisasi pada umumnya
membagi pembuatan keputusan ke dalam dua kategori: keputusan yang
terprogram/terstruktur dan keputusan tidak terprogram/tidak terstruktur. Untuk
jenis keputusan yang kedua terdapat beberapa istilah yang sering di
pergantikan, yaitu: keputusan dinamis, keputusan atas tekanan konflik dan
keputusan yang tidak di rancang. Tipe keputusan ini pada umumnya mengkuti tipe
masalah yang dihadapi. Keberagaman masalah dengan demikian akan menghasilkan
keberagaman tipe keputusan. Oleh karena itu, tipe-tipe masalah dan keputusan
tidak dapat dibedakan atas dasar satu kriteria atau kategorisasi.
a)
Tipe Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram
Keputusan
terprogram/terstruktur merupakan keputusan yang bersifat rutin, terjadi
berulang-ulang. Karakteristik dari jenis keputusanini sangat akurat, Karena
keputusan jenis ini merupakan perwujudan kumulatif dari langkah-langkah
penyelesaian masalah yang terjadi secara berulang. Keputusan ini memperlihatkan
dengan jelas hubungan antara variable penyebab dengan variable akibat/hasil.
Alat pengambilan keputusan yang digunakan adalah kebiasaan, tradisi, rutinitas,
kaidah rutinitas, atau pedoman petunjuk pelaksana. Sedangkan keputusan tidak
terprogram merupakan kategori keputusan yang berkaitan erat dengan kondisi
lungkungan kegiatan bisnis yang tidak pasti dan sangat dinamis. Pengambilan
keputusan selalu dihadapkan pada sejumlah masalah baru yang sulit diramalkan.
Keputusan yang diambil pada umumnya tidak didasarkan atas SOP yang sudah ada,
atau teknik-teknik pengambilan keputusan dengan demikian didasarkan pada
pandangan rasionalitas yang dibatasi, kreatifitas, inovasi dan intuisi.
b)
Tipe Keputusan Atas Dorongan Pencapaian dan Tarikan
Lingkungan
Perbedaan utama
antara manajer yang buruk dengan manajer yang berkualitas adalah cara pandang
tentang laba. Manajer yang buruk masih berpikir pada tahap bagaimana perusahaan
akan meraih laba yang tinggi. Sedangkan manajer yang berkualitas sudah
melampaui tahap tersebut dan berpindah ke tahap bagaimana perusahaan dapat
menciptakan laba yang tinggi. Antara cara pandang meraih dan menciptakan laba
terdapat kesenjangan yang sangat besar. Cara pandang tersebut juga mempengaruhi
manajer dalam menentukan jenis pengambilan keputusan yang di ambil.
2.2 Pengambilan
Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama Dalam
Teori Dan Perilaku Organisasi
A. Pengambilan
Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama
Untuk mencapai tujuan manusia membentuk organisasi.
Organisasi dengan demikian menjadi wadah relasi social untuk mencapai tujuan secara
kolektif melalui kerja sama. Kerja sama akan menghasilkan hubungan antara
paling sedikit dua orang, dimana satu pihak dapat menjadi pemberi tugas,
pemimpin atau pemilik organisasi dan pihak lain menjadi penerima tugas,
bawahan, atau wakil pengelolah organisasi. Hubungan kerja, relasi penugasan
yang terjadi merupakan inti dari masalah perwakilan. Masalah perwakilan muncul
segera begitu penerima tugas, wakil pengelolah organisasi melakukan
penyimpangan tindakan terhadap karena dorongan. Semakin besar tingkat konflik
keinginan tersebut dalam dalam organisasi, maka akan semakin besar kerugian
yang ditimbulkan bagi organisasi dan pemilik. Organisasi yang efektif dinilai dinilai dari keberhasilannya
meminimalkan masalah perwakilan dan mewujudkan serta memaksimalkan mekanisme
perwakilan yang ideal. Sedangkan untuk meminimalkan masalah perwakilan adalah
dengan membentuk system dan mekanisme komunikasi yang baik. Komunikasi yang
baik terbangun melalui penerapan sebuah system informasi yang canggih.
Bila masalah perwakilan dan komunikasi dapat ditangani
dengan baik, maka proses pengambilan keputusan dalam organisasi akan
berlangsung dengan baik. Sebagaimana organisasi dikenal sebagai sebuah mesin
pembuat keputusan, maka seluruh anggota organisasi adalah merupakan “bagian
dari mesin” yang selalu dan hanya selalu membuat keputusan setiap saat.
Adapun contoh kasus tentang diskusi di program
magister manajemen. Dari kasus tersebut tersirat beberapa hal penting.
1.
Terdapatnya
struktur dan budaya organisasi yang baik dan efektif, sehingga tercipta
lingkungan kerja yang meningkatkan produktivitas. Ketidakhadiran kondisi ini
justru akan menghambat tujuan organisasi: dalam hal ini menjadikan divisi
manufaktur mesin cuci sehat kembali dan menghasilkan keuntungan. Lingkungan
kerja yang sehat akan dapat meminimalkan atau bahkan menghambat, kemunculan
masalah perwakilan. Bila keseimbangan pencapaian tujuan sudah terjadi, antara
tujuan organisasi dan tujuan individu, maka seluruh anggota organisasi hanya
akan memusatkan seluruh daya dan waktu guna meraih tujuan yang telah di
tetapkan.
2.
Desain
struktur yang tepat dengan didukung oleh gaya kepemimpinan yang handal
menghasilakan sistem informasi dan alur komunikasi yang baik dan efektif.
Seluruh organisasi yang berkualitas dapat dipastikan memiliki sistem alur
informasi da komunikasi yang berkualitas dan menerapkan sistem alur keduanya
secara efektif.
3.
Struktur
dan budaya organisasi yang baik, sistem alur komunikasi dan informasi yang
berkualitas memudahkan manajer dalam melakukan proses pengambilan keputusan.
Proses yang dimulai dari pendefinisian masalah, pencarian dan pengumpulan
informasi, pengolahan informasi guna menghasilkan alternatif solusi beserta
konsekuensinya dan pemilihan solusi terbaik yang dapat memuaskan organisasi, akan
sangat terbantu dengan kehadiran faktor kekuatan internal organisasi.
Tiga hal tersebut merupakan penjabaran singkat atas
kondisi lingkungan organisasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan, sehingga
membuahkan hasil yang menguntungkan organisasi.
Disiplin perilaku organisasi
dan teori organisasi membahas sejumlah kajian lain yang menginduk pada tiga
kajian utama tersebut.
Dari seluruh kajian, pengambilan keputasan dapat
dikatakan sebagai kajian yang memerlukan perhatian ekstrak dari manajer. Dimana
kajian utama tersebut dapat dikatakan sebagai “jantungnya organisasi (the heart
of organization), yang memompa seluruh proses intelektual dan mental anggota
organisasi ke arah tindakan pemanfaatan sumber daya secara optimal guna
mencapai tujjuan organisasi. Semenjak kajian ekonomi dan bisnis selalu
berbicara tentang metode peralihan tujuan, cara-cara alokasi sumber daya secara
efektif dan efesien guna meraih tujuan, maka pengambilan keputusan akan selalu
dihadapkan pada peristiwa tentang bagaimana mendapatkan dan menginvestasikan
sumber daya langka.
Pengambilan keputusan bukan sebuah kajian sepeleh yang
dapat di abaikan begitu saja. Bila kita asumsikan bahwa dua kajian utama,
perwakilan dan komunikasi, sudah berjalan dengan baik, maka tetap saja perhatian
besar harus diberikan pada bagaimana menghasilkan proses pengambilan keputusan
yang berkualitas dalam sebuah organisasi. Dan jika kita hendak mendiskusikan
hal keputusan yang berkualitas, maka tentu kita harus menetapkan definisi yang
jelas tentang apa yang dimaksud dengan keputusan yang berkualitas atau
keputusan yang baik.
B.
Keputusan yang baik: Bagaimana Didefinisikan?
Proses pengambilan keputusan bagaimanapun juga
terletak dari seberapa besar kontribusi keputusan yang diambil dalam
meningkatkan nilai bagi organisasi. Kualitas sebuah keputusan terletak pada
seberapa “akurat” hasil (peristiwa) yang diramalkan atau diharapkan terwujud.
Artimya keputusan terbaik merupakan keputusan yang mempersempit jenjang
peristiwa yang diharapkan dengan peristiwa yang terjadi. Semakin kecil jenjang
antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan, maka semakin berkualitas sebuah
keputusan. Semakin lebar jenjang tersebut semakin buruk proses pengambilan
keputusan yang dilakukan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: bagaimana
kita mengetahui apakah proses pengambilan keputusan yang kita ambil pada saat
ini (yang diharapkan) akan berkualitas atau tidak, sedang kenyataan (peluang
terjadinya hasil tersebut) belum kita ketahui? Pada bagian pendahuluan, telah
disebutkan bahwa masalah yang menimpa kita dapat merupakan hasil dari buruknya
kita dalam melakukan proses pengambilan keputusan. Apa yang kita nilai baik,
sesungguhnya dapat memiliki konsekuensi yang buruk dan demikian pula
sebaliknya. Ketidakpastian masa depan menghasilkan hambatan bagi kita dalam
menyesuaikan antara peristiwa yang diperkirakan dengan peristiwa yang akan
terjadi.
2.3
Faktor-Faktor
Penentu Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan menandakan
posisi dimana terdapat tujuan (visi dan misi) yang hendak dicapai, tindakan
manusia untuk mencapainya, semua hambatan; kelangkaan, ketidakpastian dan
resiko, serta terdapatnya sejumlah peristiwa lain hasil tindakan pelaku lainya
dalam jalur kegiatan yang sama dan peristiwa external lainnya, seperti;
konjungsi kegiatan ekonomi
Pengrtian
tentang jalur kegiatan yang sama adalah tindakan dari seseorang yang ditujukan
untuk sama-sama mencapai tujuan sebagaimana yang kita inginkan, diskusi tentang
pengambilan keputusan juga tidak lepas dari adanya aksioma tentang informasi
sebagai kunci pengambilan keputusan yang efektif. Pandangan ini menegaskan
bahwa tanpa kehadiran informasi yang sesuai, maka pengambilan keputusan tidak
akan terwujut. Para penglola organisasi berpegang pada ketersediaan informas
iyang relefan dalam menentukan pilihan.
A.
Perubahan
Linkungan dan Penentuan Keputusan
Sesungguhnya,
kesulitan mendasar apakah yang di hadapi manajer kala mengambil keputusan?
Dilema penentuan keputusan apa yang dihadapi manajer Apakah definisi yang tepat
tentang keputusan? Sebelum jawab pertanyaan tersebut, kita harus memberikan
definisi yang tepat atas keputusan itu sendin Definisi yang dikemukakan harus
mencakup secara ringkas sejumlah pandangan filosofis. Mengapa demikian?
Selama
kurang lebih dua dekade, kita telah menyaksikan perubahan dramatis dalam
lingkungan bisnis. Oleh perubahan pesat yang terjadi. para pelaku bisnis
dihadapkan pada pilihan yang sulit kala hendak menentukan keputusan. Masalah
dan tantangan tidak lagi dapat dihadapi hanya dengan memakai pendekatan yang
serba instan, potong kompas atau tradisional. Mungkin ada beberapa pelaku
bisnis yang berhasil menerapkan pendekatan semacam itu, namun dalam jangka
menengah dan panjang mereka tidak dapat bertahan hidup Solusi terbaik atas
masalah dan tantangan hanya dapat diraih melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan
sebagai alat terbaik yang membantu kita dalam menentukan pilihan.
Ilmu
Dalam lingkungan bisnis yang berkembang dengan pesat dan cenderung bersofat
semakin komplek, peluang terjadinya risiko jauh lebih besar dibandingkan
terjadinya keuntungan. Hal ini mendorong pentingnya pengambilan keputusan
didasarkan atas ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu sendiri didasarkan atas
informasi Pengambilan keputusan yang didasarkan atas informasi, ilmu
pengetahuan Mendorong kita untuk memahami dengan baik landasan filosofis
pengambilan keputusan. Landasan filosofis yang kita gunakan kala berpikir dan
mengambil tindakan akan mendorong kita untuk masuk pada bidang studi tentang
metode pengambilan keputusan atas dasar ilmu pengetahuan Pada masyarakat
berbasis ilmu pengetahuan (knowledge-based society), metode atas dasar ilmu
pengetahuan dikenal sebagai metode penelitian. Metode penelitian itu sendiri
merupakan hasil dari cara pandang kita tentang dunia, tentang lingkungan
sekitar kita Persepsi kita tentang lingkungan terkait oleh sejumlah perubahan
faktor di Lingkungan Bila terdapat perubahan pada lingkungan bisnis, maka kita
akan memiliki persepsi yang berbeda tentang metode untuk menghadapi perubahan
tersebat Di bawah ini ditunjukkan beberapa faktor yang merupakan karakteristik
dan pengambilan keputusan dalam lingkungan bisnis yang kompleks yang mendorong
manajer untuk merubah dan menguasai kemahiran dalam mengolah informasi dan ilmu
pengetahuan:
1.
Terdapat lebih banyak variabel yang harus
dipertambangkan dalam setiap pengambilan keputusan
2.
Ilmu Pengetahuan berkembang denga pesat
dan lebih banyak konsep,metode di setiap bidang manejemen Tidak ada pelaku
bisnis yang mutiak menguasaikemahiran dalammengelola ilmupengetahuan
3.
Kompetisi dalam lingkup global dan lokal
semakin ketat. Kompetisi ini mendorong kita untuk menciptakan pasar,
menciptakan kemakmuran dan menciptakan nilai, bukan lagi meraih semuanya
4.
Perkembangan pesat tingkat kualitas dari
sejumlah teori dan model dalam menjelaskan langkah-langkah dan hasil taktis
maupun strategis suatu kebijakan. Setiap pelaku bisnis memiliki kemampuan
seragam dalam menguasai proses dan alat pengambilan keputusan.
5.
Campur tangan pemerintah yang semakin
besar dan jelas terhadap pemenuhan tanggung jawab sosial (social
responsibility). Campur tangan ini mendorong pemerintah memaksa"
organisasi bisnis untuk turut mewujudkan tanggung jawab tersebut
6.
Perkembangan teknologi informasi melalui
internet. World Wide Web membawa organisasi bisnis masuk pada bidang kompetisi
maya atas dasar kemampuan mengolah informasi. Di sisi lain, hal tersebut
menjadi informasi yang tersedia dalam jumlah berlimpah diragukan kualitasnya.
7.
Para pekerja, pemilik saham, pelanggan
dan masyarakat, meminta untuk diikutsertakan dalam proses penentuan keputusan
organisasi. Hal ini terjadi oleh perkembangan ilmu pengetahuan, ketersediaan
informasi yang kemampuan setiap orang dalam mengolah informasi, serta kesadaran
bahwa hidup mati organisasi ditentukan oleh mereka.
8.
Setiap organisasi bisnis bergerak atas
landasan kemahiran dalam pengolahan informasi dan ilmu pengetahuan.
9.
Teknik-teknik komunikasi dan pengukuran
dalam metode penelitian ilmiah berkembang pesat.
10. Analisis
kuantitatif berkembang dengan pesat melalui bantuan komputer in mit dapat diselesaikan
dengan mudah
11. Masalah-masalah
manajerial yang rumit dapat diselesaikan dengan mada melalui bantuan teknologi
dan sistem informasi, sehingga pengambil keputusan dibangun di atas sistem
informasi yang canggih.
12. Organisasi
menjadi semakin ramping, efektif dan efisien. Dalam hal sistem rasionalisasi
atas dasar sistem komputerisasi merupakan basis utam organisasi yang unggul.
Untuk
dapat tetap bertahan hidup dalam lingkungan seperti di atas, maka kita harus
memahami bagaimana cara mengidentifikasi informasi yang berkualitas dan
mengenali pendekatan pengambilan keputusan dalam lingkup bisnis berisiko
tinggi. Dilemma dan kesulitan yang mendasar yang dihadapi para manajer adalah
menentukan masalah dan tantangan yang benar-benar penting utama untuk diselesaikan,
mennci kekuatan dan kelemahan organisasi, mencari informasi yang relevan dan
berkualitas, serta bagaimana mengolah informasi lebih cepat dibandingkan
pesaing. Penentuan masalah mendasar (problem on what dan penentuan metode yang
dipakai untuk menyelesaikan problem of how merupakan kesulitan utama bagi
organisasi. Sering terjadi keadaan dimana organisasi salah menentukan masalah
sebenarnya yang dihadapi dan menganggap gejala (symptoms) atau fenomena sebagai
masalah dan tantangan utama yang harus diselesaikan Kesalahan penentuan masalah
utama akan memberikan imbas negatif bagi penentuan keputusan metode
penyelesaian masalah Ini berat metode dalam proses penentuan keputusan
ditentukan darikemampuan organisasi untuk menentukan masalah mendasar dengan baik.
B.
Pengambilan
keputusan yang handal
Para manajer dituntut untuk menunjukkan kinerja terbaik
mereka dalam membuat keputusan. Namun tuntutan untuk menunjukkan keahlian
tersebut bukan sekedar hanya membuat keputusan yang muncul sejalan dengan
timbulnya masalah atau tantangan. Bila
keputusan muncul karena ada, atau mengikuti masalah timbul, maka sesungguhnya
kita tidak menghasilkan keputusan terbaik Membahas dan mencari keputusan
terbaik, keputusan paling utama adalah para manajer visioner. Mereka bertindak
membuat keputusan tidak berlandaskan atas masalah, namun membuat keputusan
untuk menghindari terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.
Para pembuat keputusan
yang handal bertindak untuk mengubah dan mengantisipasi perubahan lingkungan
yang pesat. Seluruh daya upaya mereka arahkan terus menerus untuk mempersiapkan
diri dan organisasi kuat menghadapi permasalahan dan tantangan yang timbul.
Para entrepreneur sejati tidak diubah oleh lingkungan, tidak terikat oleh
lingkungan dan tidak pula dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan demikian, proses
pengambilan keputusan yang mereka cenderung diarahkan untuk mengubah mengikat
dan mempengaruhi lingkungan. Keputusan terbaik terletak dari kemampuan manajer
meminimalkan risiko yang akan menimpa organisasi. Keputusan terbaik juga
menandakan keahlian manajer dalam meramal peristiwa-peristiwa yang akan terjadi
dan mempersiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa
tersebut, baik peristiwa buruk maupun baik Keahlian dalam melakukan perkiraan
tentang apa yang akan terjadi pada masa depan dan meramal konsekuensi apa saja
yang akan terwujud dari tindaka pemilihan satu alternatif solusi tidak didapat
begitu saja. Keahlian tersebut merupakan bakat yang terus dipertajam (sharpened
talent)" dari seorang manajer Pengambilan keputusan merupakan bakat,
karena manusia telah membawa kemampuan tersebut sejak ia lahir. Semakin sering
dilatih, diasah, ditajamkan, maka akan semakin ahli seseorang dalam menbuat
keputusan yang berkualitas. Para pembuat keputusan yang handal adalah langka,
semenjak keahlian membuat keputusan yang baik adalah kemampuan yang langka pula. Bila pengambilan keputusan
yang baik adalah kemampa yang langka pula. Bila pengambilan keputusan merupakan
kemampuan merupakan bakat manusia, maka bagaimana seseorang dapat melatih
tersebut? Bagaimana proses mental dan intelektual tersebut dapat dipertajam.
Disini kembali kita
dihadapkan pada masalah mengenai hubungan berpikir/pemikiran (styles of
thinking) dengan pengambilan keputusan terdapat relasi positif antara gaya
pemikiran yang kita gunakan c an pr pengambilan keputusan, dengan peningkatan
kemampu pengambil keputusan kita? Apa kaitan antara gaya dan persepsi ini
dengan pengambil keputusan yang baik? Kajian tentang gaya berpikir, atau gaya
pemikiran, ak mendekatkan kita pada kajian tentang persepsi kita terhadap
lingkungan. Gaya berpikir akan memandu kita pada penentuan langkah, cara, atau
metode pengambilan keputusan. Pada masyarakat berbasis ilmu pengetahuan das
informasi, metode yang dipakai adalah metode penelitian atau investigasi ilmiah
Metode tersebut merangkum sejumlah pendekatan rasional, empiris, logis d
sistematis dalam pengambilan keputusan Keahlian memilah dan mengolah informasi
merupakan syarat utama keberhasilan organisasi dalam membuat keputusan terbaik.
2.4
Informasi : Bahan Baku Utama Pengambilan Keputusan
A.
Relasi
antara Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan
Perkembangan mutakhir teknologi dan teknologi informasi
telah menghasilkan satu bentuk aktivitas ekonomi dan bisnis baru, yang
didasarkan atas pengetahuan: knowledge or
information-base economy, atau lebih sering dikenal dengan istilah post industrial system. Pilar utama dari
bentuk baru tersebut adalah pengetahuan dan informasi merupakan salah satu
sumber utama, aset utama setiap individu dan organisasi dalam meraih tujuan.
Kemahiran dalam mendapatkan, mengolah dan menyajikan informasi dan pengetahuan
menjadi “alat produksi yang canggih”
merupakan prasyarat utama untuk meraih kemakmuran. Kemakmuran bahkan dikaitkan
dengan aset tersebut, dan tidak lagi dikaitkan dengan aset lainnya. Hal ini
hanya dapat terwujud bila organisasi telah mengembangkan sebuah sistem informasi
yang canggih, yang dapat membantu organisasi dalam melakukan pengambilan
keputusan secara baik.
Sistem informasi merupakan “interrelated components working together to
collect, process, store and disseminate information to support decision making.
Coordination, control, analysis and visualization in an organization” (K C.
Laudon dan J. P Laudon 2000). Sistem tersebut berisi informasi penting tentang
berbagai variabel lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal.
Karakteristik utama dari sistem ini adalah penerapan perangkat elektronik yang
canggih, komputer: perangkat keras dan lunaknya, serta sistem informasi lain
yang terhubung luas. Seperti: Internet, LANs dan intranets. Seluruh perangkat
keras dan lunak dipakai untuk menemukan informasi yang bemilai tinggi bagi
proses pengambilan keputusan. Selain itu, tujuan lain dari Sistem ini bagi
pengambilan keputusan adalah untuk mengolah secara ekonomis data menjadi
informasi atau pengetahuan. Dengan demikian, sebelum manajer mengolah informasi
atau pengetahuan, maka terlebih dahulu mereka hams mencari dam mengolah data.
Tiga konsep ini sering saling dipergantikan dalam penggunaannya. Seluruhnya
menjadi rangkaian Sistem “bahan baku informasi" bagi pengambilan
keputusan.
Data merupakan deskripsi mendasar tentang sesuatu,
peristiwa, aktivitas dan transaksi yang direkam, diklasiflkasikan dan disimpan,
namun tidak diorganisir Untuk membawa satu makna yang khusus. Data ini diolah
menjadi informasi yang merupakan data yang telah diorganisir sehingga data
tersebut memiliki arti dan nilai bagi penerima. Pengetahuan terdiri dari data
atau informasi yang telah diorganisir dan diproses untuk menyampaikan understanding, experience, accumulated
learning dan expertise (E. Turban, E. McLean., dan J. Wetherbe 2001)
seketika pengambil keputusan menerapkan hal tersebut pada penyelesaian masalah
atau aktivitas pencapaian tujuan.
Semenjak organisasi merupakan “alat/wahana” yang
digunakan orang untuk meraih tujuan secara kolektif, dan organisasi juga
merupakan sebuah “mesin pencipta keputusan” yang mengakumulasikan seluruh daya
kreasi setiap individu dalam mencipta keputusan terbaiknya, maka Sistem
informasi berfungsi sebagai “mesin penyuplai oksigen” bagi proses penciptaan
keputusan. Sistem ini mengalir dari level tertinggi organisasi sampai level
terbawah. Sistem ini juga membantu organisasi dalam menciptakan arus komunikasi
yang baik ke dalam dan ke luar organisasi. Komunikasi yang baik merupakan
penghantar informasi terefektif yang dapat memberikan nilai tambah bagi
penentuan altematif solusi. Secara sederhana kita dapat katakan bahwa
pengambilan keputusan merupakan “fungsi” dari Sistem informasi. Semakin baik
s'istem- informasi terbentuk, maka akan semakin baik keputusan yang dihasilkan.
RelaSi yang'lebih mendalam dari Sistem informasi dengan pengambilan keputusan
akan dijelaskan secara singkat pada bagian berikut ini.
B.
Level
Pengambilan Keputusan, Kebutuhan Informasi dan Sistem Informasi yang Mendukung
Perbedaan
dalam pengambilan keputusan dapat diklasifikasikan melalui level organisasi,
yang berhubungan dengan level stratejik, manajemen, pengetahuan dan
operasional. Pengambilan keputusan stratejik berkaitan dengan penentuan sejumlah
tujuan, sumber daya dan kebijakan dari organisasi. Tugas utama para pengambil keputusan
di level ini adalah memprediksi masa depan lingkungan ekstemal dan organisasi,
serta mengharmoniskan karakteristik organisasi terhadap lingkungan. Pengambilan
keputusan untuk pengawasan manajemen secara prinsip berhubungan dengan
bagaimana sumber daya dimanfaatkan secara efisien dan efektif. Pengambilan
keputusan pada tahap ini harus berhubungan erat dengan mereka yang melakukan
tugas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada level stratejik. Pengambilan
keputusan pada level pengetahuan berhubungan dengan penilaian kembali sejumlah
ide baru untuk menghasilkan produk barang dan jasa, cara untuk
mengkomunikasikan pengetahuan baru dan cara cara untuk mendistribusikan
informasi dalam sistem organisasi. Pengambilan keputusan pada level terakhir,
operasional, menentukan bagaimana cara terbaik untuk menerapkan tugas khusus
yang telah diputuskan pada level stratejik dan manajemen. Selain itu, keputusan
yang diambil terkait dengan penemuan divisi mana dalam organisasi yang akan
melakukan tugas, penentuan kriteria penyelesaian tugas dan alokasi sumber daya
serta evaluasi atas hasil kinerja yang ditunjukkan atas keputusan yang diambil
di level ini. Seluruh level ini dihadapkan pada jenis pengambilan keputusan,
seperti keputusan terstruktur dan tidak terstruktur, keputusan terprogram dan
tidak terprogram. Karakteristik dari dua bentuk dikotomis keputusan ini dapat
dilihat kembali pada bagian sebelumnya. Level pengambilan keputusan manajemen,
jenis dan karakteristik keputusan akan memberikan ragam jenis kebutuhan
informasi yang berbeda pula.
Level
stratejik akan banyak berhubungan dengan pengambilan keputusan tidak
terstruktur, seperti penemuan pasar dan produk baru. Jenis kebutuhan
infonnasinya tentu akan disesuaikan dengan tugas yang harus mereka lakukan.
Seringnya, sistem informasi yang mendukung penyelesaian tugas pengambilan
keputusan mereka adalah Executive Support System (ESS) dan Decision—Support
System (DSS). Level manajemen akan menggunakan Management Information System
(MIS) dan Decision-Support System (DSS) dalam menentukan keputusan yang diambil
terkait dengan persiapan anggaran, sebagai contoh. Level pengetahuan membutuhkan alat bantu informasi (Mice Automation
System (AOS) dalam penetapan jadwal proses kelja secara elektronik untuk jenis
keputusan terstruktur, serta menggunakan Knowledge Work System (KWS) bila jenis
keputusan yang dihadapi adalah keputusan tidak terstruktur, seperti mendesain
produk. Level operasional pada umumnya akan menggunakan Transaction Processing
System (TPS) dalam keputusan terstruktur, misalnya: menghitung piutang dagang
dan penjadwalan proyek. Adapun penjelasan lebih mendetail tentang sistem
informasi tersebut dapat dilihat pada sejumlah buku teks mengenai sistem
informasi manajemen.
C.
Tahap
Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi yang Mendukung
Proses
pcngambilan keputusan terdiri dari sejumlah aktivitas yang berbeda yang
berlangsung dalam rentang waktu yang berbeda. Sejumlah langkah yang
dikembangkan oleh para pengambil keputusan menunjukkan rangkaian sistematis
pemahaman terhadap masalah sebenamya, penyelesaian masalah dan implementasi
atas solusi terpilih. Proses pengambilan keputusan selalu berangkat dari
masalah, karenanya manajer harus dapat merasakan dan memahami dengan baik
masalah yang timbul. Seketika masalah dapat didefinisikan dengan tepat,
altematif solusi segera diajukan dan dipilih, kemudian alternatif solusi yang
dipilih langsung diimplementasikan. H. A. Simon (1960), menggambarkan empat
langkah
yang berbeda dalam pengambilan keputusan: intelijen, desain, pilihan dan
implementasi.
Tahap
intelijen terdiri dari pendefinisian masalah, yang berang'k'at dari observasi
mendalam atas fenomena di lingkungan organisasi. Tahap ini bemsaha menjawab
pertanyaan: mengapa, dimana dan dengan efek apa situasi teijadi. Tahap ini
membutuhkan suplai informasi yang bemilai tinggi untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Sistem infomtasi yang dipakai pada umumnya adalah Management
Information System (MIS) yang memasok beragam informasi tentang lingkungan
ekstemal dan internal organisasi. Selama tahap desain pengambiian keputusan.
manajer
menetapkan sejumlah solusi yang masuk akal (reasonable)
dan berpeluang untuk mengatasi masalah (possible).
Aktivitas ini membutuhkan lebih banyak inforrnasi, sehingga manajer dapat
merancang sebanyak mungkin solusi terhadap masalah. Decision Support System (DSS) dan Knowledge Work System (KWS) merupakan dua sistem yang tepat untuk
memasok inforrnasi bagi pengambil keputusan. Hal ini dimungkinkan oleh
karakteristik dua sistem tersebut, yang beroperasi berdasarkan model yang
sederhana, dapat dikembangkan dengan cepat dan dapat dioperasikan tanpa
keterbatasan data. K. C. Laudon dan J. P. Laudon (2000). Tahap ketiga dalam
pengambilan keputusan tcrdiri dari pemilihan satu diantara beberapa altematif.
Pada tahap ini pengambil keputusan dapat mcnggunakan varian lain dari DSS yang
berkapasitas lebih besar dalam hal pcngolahan dan penyediaan data. Sistem ini
membantu manajer dalam mcngembangkan sejumlah model analisis yang lebih rumit
yang dibutuhkan untuk mcnghitung semua konsekuensi. Tahap implementasi
memerlukan sistem infomIasi yang dapat menyampaikan laporan langsung tentang
implementasi dari solusi yang dipilih. Sistem yang dipakai juga melaporkan
sejumlah hambatan, kekurangan dan rintangan yang muncul dari implementasi
solusi. Umumnya Management Information
System (MIS) dan decision Support
System (DSS) yang berskala besar dan canggih digunakan untuk membantu para
manajer pada tahap ini.
D.
Nilai
lnformasi dalam Pengambilan Keputusan
lnformasi
digunakan guna membantu manajer menghasilkan keputusan yang lebih baik
dibandingkan bila mereka tidak memiliki inforrnasi sama sekali. Kegiatan bisnis
yang dikatakan merupakan “pertaruhan” untuk memenangkan “permainan judi
kehidupan”, mendasarkan keputusan semata-mata pada ketersediaan inforrnasi.
Bahkan dalam tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, sehingga pengambil
keputusan harus mendasarkan pilihan atas dasar intuisi, informasi yang terbatas
pun akan bemilai sama dengan inforrnasi yang berlimpah dalam kondisi
ketidakpastian rendah. Mencari nilai yang “tepat” atas informasi inilah tugas
yang sulit dilakukan.
Sejauh
ini, metode yang telah dikembangkan untuk menilai manfaat inforrnasi «dalah:
nilai inforrnasi merupakan perbedaan antara manfaat bersih pengambilan kepumsan
berdasarkan atas kcterscdiaan infonnasi dengan keputusan tanpa informasi (E.
Turban, E. McLean, dan J. Wetherbe 2001). Walau tentunya kondisi keputusan tanpa
ketersediaan informasi adalah hal yang tidak mungkin. Karena paling tidak
selalu terdapat informasi yang minim tentang sesuatu/peristiwa, yang dapat
digunakan sebagai input dalam menentukan keputusan. Nilai informasi dengan
demikian dibentuk matematiskan sebagai:
N1
= MB] — MBlo
dimana:
NI
: Nilai informasi
MBI : Manfaat bersih dengan
informasi
MBIo : Manfaat bersih tanpa informasi
Model
terbaik yang dapat dipakai untuk menilai informasi dalam pengambilan keputusan
adalah model nilai dari informasi yang sempurna (the value of perfect information). Model ini menilai informasi
ketika pengambilan keputusan dilakukan dalam kondisi resiko, dimana tingkat
ketidakpastian akan sebuah peristiwa sangat tinggi, dan tipe keputusan yang
dihadapi adalah tidak terstruktur. Adapun untuk penjelasan lebih lanjut dari
model ini dapat diikuti pada bagian landasan konsep pohon keputusan.
Cara
lain untuk memperkirakan nilai informasi untuk kasus pengambilan keputusan yang
lebih rumit adalah melakukan eksperimen. Cara ini membandingkan keputusan
dengan atau tanpa informasi, baik dalam situasi kondisi dunia nyata atau dalam
sebuah dunia buatan di laboratorium, yang mensimulasikan beberapa proses
keputusan. Pendekatan ini kurang berisiko, tetapi bukanlah hal yang mudah untuk
mentranslasikan hasil keputusan yang didapat dalam dunia laboratorium menj adi
refleksi yang nyata dari nilai informasi dalam dunia sebenamya. Keputusan yang
diambil .melalui si‘mulasi dalam lab memiliki bias subyektifItas yang tinggi,
séhingga jarang 'cara ini digunakan dalam mencari nilai informasi yang “tepat”.
Adapun langkah lainnya adalah mengembangkan pendekatan subjective expected utility (SEU) dalam menentukan nilai dari
informasi. Tentunya pendekatan ini digabungkan dengan sejumlah pendekatan
kuantitatif lainnya guna mendapatkan hasil perhitungan yang baik atas nilai
manfaat dari informasi.
2.5
Gaya Pemikiran Dan Persepsi
A.
Gaya
Pemikiran (Styles of Thinking)
Bila
kita berbicara tentang sumber pengetahuan atau sumber ilmu pengetahuan, maka kita
dihadapkan pada matriks gaya pemikiran yang berkembang di masyarakat.
Sumber-sumber pengetahuan bervariasi mulai dari pendapat bebas/opini yang tidak
diuji, sampai kepada sejumlah gaya pemikiran yang canggih dan sangat
sistematis. Pada umumnya kita jarang mempertanyakan atau memikirkan tentang
bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, bagaimana kita dapat mengolah
informasi menjadi data, data menjadi ilmu pengetahuan untuk membantu kita
memecahkan masalah secara lebih baik. Segala sesuatu seolah menjadi sesuatu
yang kita terima begitu saja, bemilai remeh-temeh dan cenderung kita
“kerdilkan”. Gaya pemikiran dan cara pandang seperti ini merupakan hal lumrah
yang dipakai oleh masyarakat tradisional. Manajemen ilmiah dan modern tidak
mengenal gaya pemikiran dan cara pandang semacam ini.
Masalah
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat
kita olah untuk kepentingan memecahkan masalah merupakan isu krusial dalam
manajemen modern. Para manajer dalam era knowledge
based bergantung pada kemampuan untuk melakukan diskrirninasi yang ketat
terhadap informasi dan ilmu pengetahuan (beserta alatnya), guna memilah-milah
informasi dan ilmu pengetahuan yang mana yang mendatangkan keuntungan,
mendatangkan manfaat, membantu mereka dalam membuat keputusan terbaik terhadap
situasi yang berbeda—beda. Dalam kasus ini, fllsafat ilmu pengetahuan
memberikan pada kita jalan untuk melakukan klasiflkasi gaya pemikiran dan
memberikan pada kita jawaban tentang jalan mendapatkan pengetahuan yang tepat dan
sumber dari pengetahuan itu sendiri. Para penganut gaya pemikiran ilmiah
mengklaim proses penentuan pilihan satu altematif solusi terbaik hanya dapat
diraih melalui penerapan metode ilrniah. Para penganut gaya lainnya pun
berpandangan yang sama. Perbedaan persepsi atas dunia menciptakan sejumlah
perbedaan tentang proses penentuan keputusan.
Sumbu
horizontal memperlihatkan jenjang bertingkat gaya pemikiran, mulai dari gaya
pemikiran tentang hal yang ideal penuh dengan interpretasi ide-ide (idealism, highly interpretative idea),
sampai dengan gaya pemikiran empirisme (empirism,
observable, concrete data). Sumbu vertikal memperlihatkan jenjang
bertingkat gaya pemikiran mulai dan gaya pemikiran eksistensialisme (existentialism, informal process)
sampai kepada gaya pemikiran rasionalisme (rationalism.
formal structure proofs). Diantara diagram tersebut terdapat beberapa sub
gaya pemikiran yang merupakan gabungan antara satu gaya dengan gaya lainnya.
Gaya
pemikiran empirisme berusaha
mendeskripsikan, menjelaskan dan membuat prediksi melalui observasi. Empiris
menegaskan bahwa observasi dan penentuan sejumlah proposisi haruslah didasarkan
atas pengalaman inderawi dan atau didapatkan dari pengalaman tertentu melalui
penerapan metode logika induktif, termasuk menggunakan alat bantu matematikan
dan statistika. Ilmu pengetahuan didapatkan melalui proses “rekayasa”
pengalaman ditambah dengan pengamatan inderawi atas fenomena. Pemikiran empiris
juga diperkuat oleh proses berpikir deduktif melalui penggunaan sejumlah teori
atau konsep yang telah diakui validitasnya.
Gaya pemikiran rasionalisme menunjukkan bahwa sumber
utama dari ilmu pengetahuan adalah akal proses berpikir dan proses pemberian
makna secara sistematis atas sesuatu. Reasoning mémpakan kata yang tepat untuk
menggambarkan kunci dari aliran pemikiran rasionalisme. Ilmu pengetahuan
didapat melalui mekanisme keija akal dalam merekonstruksi hubungan catwal-
effect antar beragam variabel di alam realitas. Pemikiran ini berbeda dari
empirisme dalam hal kepercayaan bahwa seluruh pengetahuan dapat direduksi atau
disimpulkan dari sejumlah hukurn atau kebenaran nyata atas alam. Rasionalisme
meyakini bahwa alam realitas ini memiliki hukum keteraturan yang mengikat
seluruh obyek di dalamnya. Dengan menemukan hukum tersebut, maka kaidah sebab
akibat akan berlaku dalam setiap keadaan.
Gaya
pemikiran ini memiliki cengkeraman yang kuat dalam filsafat ilmu pengetahuan,
karena sesungguhnya gaya ini hanyalah perluasan dari logika Scientifika yang
pertama kalinya dikembangkan oleh para filsuf Yunani kuno, seperti Aristoteles.
dan “dimodemkan” oleh Sir Francis Bacon. Cara pandang dunia yang diyakini oleh
para ilmuwan pada saat inipun masih mengikuti prinsip- prinsip yang mereka
kembangkan. Oleh adanya pandangan rasionalisme, penentuan keputusan. pemilihan
satu altematif solusi dari sejumlah alternatif dan penentuan tindakan serta
kebijakan manajemen lainnya dapat diselesaikan melalui proses logika dengan
bantuan matematika dan alat hitung lainnya. Usaha untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan dan mengetahui sumbernya dengan demikian memerlukan observasi yang
mendalam atas suatu obyek dan data empiris yang lengkap.
Sub
gaya pemikiran postulasional
merupakan pemikiran berdasarkan atas penetapan sejumlah postulat. Kajian yang
dikembangkan dalam manajemen operasi. manajemen ilmiah, pembuatan model-model
matematis ala ilmu ekonomi dan keuangan serta teknik-teknik simulasi (Monte Carlo Simulation dan sensitivity
analysis dalam kajian manajemen keuangan), merupakan contoh dari gaya
pemikiran postulasional. Penerapan gaya ini dalam kegiatan bisnis dapat dilihat
dari banyaknya perusahaan melakukan teknik simulasi dan pemodelan tentang
hubungan iklan sebuah produk dengan perilaku pembelian/penerimaan pasar atas
produk sebelum produk tersebut diperkenalkan ke pasar. Para manajer keuangan
sering menggunakan teknik-teknik simulasi untuk meramal perubahan arus kas
perusahaan bila tingkat suku bunga berubah-ubah. Mereka juga sering menerapkan
teknik simulasi untuk membantu pengambilan keputusan investasi jangka panjang
dalam real dan financial assets. Tujuan dari melakukan hal tersebut adalah untuk
mereduksi sejumlah peluang teljadinya peristiwa yang merugikan (risiko) ke
dalam bentuk matematis atau pemodelan. Obyek studi mereka disederhanakan ke
dalam bahasa matematika, dimana bentuk matematika tersebut dikatakan
sebagaiformal terms. Istilah tersebut dikenal sebagai postulat atau proses
pembuatan dan penentuan postulat Quostulational), yang akan digunakan pada
akhirnya untuk membangun sebuah teori yang mewakili mekanisme abstraksi
pembuktian secara logika atas alam fenomena yang dijadikan obyek studi. Tujuan
dari gaya pemikiran ini adalah untuk menarik kesimpulan tentang sebuah struktur
teori, atau sebuah bangun mekanisme penjelas atas fenomena, yang dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena lainnya yang diasumsikan memiliki sifat
dan bentuk yang sama.
Sub
gaya pemikiran self-evident truth
dikenal sebagai sebuah cara untuk mengetahui sesuatu melalui penentuan definisi
kebenaran yang subyektif-relatif. Hustrasi atas sub gaya pemikiran yang
terletak di kuadran gaya pemikiran idealisme dan rasionalisme digambarkan
melalui kasus marketing myopia yang menimpa bisnis transportasi kereta api.
Para pelaku bisnis di bidang tersebut meyakini bahwa semua orang lebih suka
menggunakan tran8portasi kereta api dibandingkan alat transportasi lainnya.
Selain itu mereka juga meyakini bahwa satu-satunya pesaing mereka adalah
perusahaan transportasi kereta api lainny dan bukan bisnis transportasi bis,
taksi atau pesawat. Keyakinan diri bahwa tidak ada pesaing dalam bisnis
tersebut selain pelaku bisnis di bidang yang sama merupakan contoh gaya
pemikiran ini. Contoh lainnya adalah: keyakinan bahwa seluruh konsep manajemen
yang dikembangkan di Amerika pasti cocok diterapkan dan dikembangkan di
Indonesia, Konsep tentang kesetaraan kualitas dan standardisasi kualitas
intemasional, penerapan konsep-konsep produktifitas ala manajemen Jepang di
perusahaan Eropa atau Amerika. Gaya pemikiran ini sudah mulai ditinggalkan oleh
para pembuat keputusan, begitu mereka sadar bahwa lingkungan sosial, manusia,
memiliki keanekaragaman yang unik (a
unique diversity). Sumber pengetahuan dalam gaya pemikiran ini dapat
disebut sebagai gaya pemikiran untuk meningkatkan kepercayaan dini (improving self confidence) dibandingkan
mencari kebenaran dan pengetahuan hakiki.
Kelemahan
gaya pemikiran self-evident truth
diperbaiki dengan meletakkan kepercayaan akan kebenaran atas sesuatu pada
seseorang. Gaya pemikiran yang demikian dinamakan sebagai method of authority atau persons of authority. Orang yang kita
percayai sebagai pemilik kebenaran sering kali mendapatkan posisi tersebut
tidak didasarkan atas kriteria penilaian yang obyektif dan ilmiah. Ada kalanya
pandangan politis atas status dan posisi seseorang menempatkan orang tersebut
sebagai pihak yang berwenang (authority)
dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan kebenaran independen, dibandingkan
menilainya dari sudut keahlian sebenarnya (true
expertise) yang dia miliki. Cara pandang seperti ini jelas salah. Hal
bijaksana yang harusnya kita lakukan adalah menerima pendapat atau pandangan
seseorang hanya sebatas masukan yang berharga, baik pandangan tersebut
mengandung kebenaran atau tidak. Kriteria penilaian pihak yang berwenang
didasarkan atas integn'tasnya, kualitas bukti, data, pemyataan yang mereka
keluarkan dan kesediaan mereka untuk menyajikan kcterbukaan informasi guna
memberikan gambaran yang seimbang atas sesuatu. Pihak yang berwenang juga
dinilai atas dasar integritas, ketekunan dan keahlian yang ditunjukannya pada
suatu bidang tertentu. Walau demikian, ada kalanya seseorang dipilih karena ia
memiliki beragam keahlian dalam beragam bidang. Penilaian juga didasarkan atas
kemampuannya untuk menyeimbangkan pandangan, memberikan pandangan yang
obyektif, tidak memihak pada satu komunitas tertentu atas dasar pandangan
politis, kesukuan, sena keyakinan tertentu. Banyak orang yang tidak memenuhi
kriteria standar ini. Mereka yang memenuhi kriteria, namun tidak terkenal malah
justru tidak akan dianggap memiliki kredibilitas untuk mengemukakan kebenaran.
Proses
pengambilan keputusan yang didasarkan atas dasar gaya pemikiran ini pada
umumnya ditujukan untuk menyelesaikan masalah yang kerap terjadi.
Masalah-masalah yang sering teljadi pada umumnya telah memiliki sejumlah
standar proses penyelesaian. Pengalaman yang dimiliki oleh para pihak yang
berwenang pada umumnya terjadi kemudian, dalam bentuk yang berbeda, pada orang
lain di tempat dan waktu yang lain. Masalah dan tantangan yang berulang ini
dapat kita temukan dalam kehidupan bisnis sehari-hari. Gaya pemikiran ini
membantu kita dalam menentukan konsep, metode, model, atau teori apa yang akan
gunakan untuk menghasilkan tindakan yang terbaik guna menyelesaikan masalah
yang berulang. Pemikiran-pemikiran dari mereka yang kita pilih sebagai persons
ofauthority terlihat jelas pada sejumlah “artifak”, buku, majalah, artikel dan
media komunikasi televisi, radio, intemet bahkan kelak telepon genggam. Bila
anutan kita dalam pengambilan keputusan adalah gaya berpikir ini, maka kita
mendapatkan kemudahan yang berlimpah. Hanya kita perlu bersikap skeptis atas
pemikiran-pemikiran mereka, melakukan perombakan bila hendak menerapkan ide,
saran maupun anjuran mereka dan tidak teljebak pada kultus individu dan
pemikiran, yang cenderung menghasilkan pola pikir dogmatis.
Gaya
pemikiran selanjutnya adalah the literary
style of thought yang terletak di kuadran idealisme dan eksistensialisme.
Gaya pemikiran ini memberikan kontribusi yang besar terhadap ilmu sosial dalam
hal pembangunan kajian mengenai fenomena dan masalah dalam bentuk studi kasus (case study). Studi kasus merupakan
kajian yang memainkan peran penting bagi perkembangan pengetahuan dan pemahaman
tentang bisnis, (teori, konsep, metode, strategi dan kebijakan). Bila
ditelusuri lebih jauh, gaya pemikiran ini memberikan pijakan yang kuat bagi
perkembangan ilmu manajemen dan sejumlah teori pengambilan keputusan. Dimana
salah satu peletak dasar pijakan tersebut adalah “pencangkokan” kajian lain,
semisal antropologi dan psikologi, dalam pengetahuan bisnis. Teori motivasi
yang dikemukakan oleh Maslow dan kajian tentang budaya organisasi (corporate/organization’s culture), merupakan
contoh tentang terdapatnya pengaruh dari gaya pemikiran ini dalam ilmu
manajemen dan proses pengambilan keputusan. Kelemahan dari gaya ini terletak
dari bentuk penyajian literatur deskriptif-naratif cenderung mengikuti ide dan
kehendak dari pembuat kasus. Artinya, bentuk penyajian studi kasus mengikuti
persepsi sang pembuat, baik tujuan dari studi kasus, maupun penyelesaian atas
masalah yang ada. Selain itu, sebuah kasus pada umumnya berkisah mengenai
peristiwa yang teljadi pada suatu masa, dengan kondisi lingkungan yang berbeda.
Kasus~kasus yang diajukan pada umumnya merupakan kasus masalah yang dihadapi
seseorang atau sebuah organisasi dalam pencapaian tujuan, yang kemudian
peristiwa sejamh tersebut dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan. Dari
sebuah studi kasus, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa studi kasus
menyiratkan keberadaan penyelesaian masalah yang “sudah diplot sebelumnya”,
serta langkah pengambilan masalah dapat digunakan dengan asumsi kita mcnghadapi
karakteristik masalah yang serupa.
Mereka
yang mempelajari langkah pengambilan keputusan melalui studi kasus seolah tidak
memiliki kebebasan untuk berpikir abstraksi guna menyelesaikan kasus menurut
skema pemikiran mereka masing-masing. Bila pcngambilan keputusan didasarkan
atas gaya ini, maka kita dapatkan keadaan dimana para pengambil keputusan
terpaku pada jalan penyelesaian masalah yang tclah dirancang oleh pembuat
kasus. Keunikan dan orisinalitas serta kemampuan untuk menghasilkan prinsip
mendasar (langkah-langkah sistematis yang unik) dalam penyelesaian sebuah
masalah menjadi hilang. Studi kasus dapat ditegaskan kembali sebagai kajian
atau sebuah perwujudan gaya pemikiran yang lcbih banyak mengandung ilmu
pengambilan keputusan di dalamnya, dan sedikit sekali menyiratkan keberadaan
seni pengambilan keputusan. Sedang kombinasi am: keduanya merupakan hal yang
penting bagi para pengambil keputusan, temtama sekali pada era perubahan
lingkungan yang pesat pada saat ini,
Gaya
pemikiran lain yang terdapat di kuadran eksistensialisme dan idealisme adalah
pemikiran untested opinion. Gaya ini merupakan pengetahuan yang diikmi oleh
para pembuat keputusan tanpa melihat kualitas kebenaran dari pemyataan dan data
yang seseorang ajukan. Program-program indoktn'nasi yang dilakukan oleh
organisasi yang tidak canggih memakai gaya ini untuk memasukkan nilai- nilai
organisasi. Mereka yang terpaku pada gaya pemikjran ini pada umumnya menerima
begitu saja pemikiran atau pendapat dari seseorang tanpa melakukan pengujian
atau pengecekan mendalam terhadap pendapat tersebuL Kebiasaan yang terbentuk
dari gaya pemikiran semacam ini membahayakan bagi proses pengambilan keputusan.
Mengapa demjkian? Karena masalah dan tantangan yang muncul dan akan muncul
selalu bersifat unjk dan memerlukan perlakuan yang unik dan khusus pula. Para
pelaku bisnis yang mendasarkan penilaian akhir atas alternatif solusi
berdasarkan gaya pemikiran ini jarang yang berhasil mewujudkan keputusan
terbaik. Pada saat ini, kita tidak lagi dapat mengatakan: “Katanya, kata si anu masalah diselesaikan bila. . .”, atau
“Penyelesaian terbaik atas masalah ini adalah dengan melakukan hal begini dan
hal begitu. .”.
Opini bagaimana
pun juga belum menjadi sebuah pemyataan yang mengandung informasi, data,
pengetahuan dan kebenaran yang telah diuji validitasnya. Opini belum dapat
dikatakan telah menghasilkan informasi yang bernilai bagi proses pengambilan
keputusan. Bahkan sebuah op‘mi yang disampaikan oleh persons authority juga
dapat dipandang dengan keraguan. terlebih lagi opini yang belum dites. Bila
gaya ini dipakai, maka para pembuat keputusan pada era perubahan lingkungan
yang pesat akan terjebak pada kotak Mereka menjadi layaknya katak dalam
tempurung. Dengan memakai gaya ini para manajer akan mengalami kesulitan
memahami dengan baik dan tantangan sebenarnya yang mereka hadapi. Mereka juga
mengalami kesulitan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan yang pesat, oleh
keterikatan pemikiran pada sejumlah pendapat yang tidak jelas kualitas
kebenaran dan informasinya. Gaya pernikiran ini sudah sebaiknya ditinggalkan
dalam pengambilan keputusan.
Gaya
pemikiran terakhir yang dikemukakan terletak di kuadran rasionalisme dan
empirisme. Gaya pemikiran ilmiah (scientific
method styles of thought) dipakai dan menjadi panutan utama para pembuat
keputusan pada saat Gaya pemikiran ilmiah memiliki sejumlah ciri, di antaranya:
1. Observasi
langsung dan terarah atas fenomena dan masalah
2. Secara
jelas mendefmisikan variabel, metode dan prosedur yang dipakai untuk
mendapatkan data empiris
3. Pengajuan
hipotesis yang dapat diuji dan diukur
4. Terdapatnya
mekanisme untuk pengajuan hipotesis yang lebih baik
5. Penggunaan
alat ukur dan alat uji hipotesis, seperti statistik dan bukan penarikan
kesimpulan atas dasar justifikasi kualitatif-naratif (keahlian berbahasa)
6. Proses
swa-pembenaran.
Pemikiran
ilmiah menggabungkan logika dengan pengamatan empiris guna menghasilkan sebuah
persepsi atas dunia dan fenomena yang lebih bersifat sistematis dan mendalam.
Gaya ini juga dapat dikatakan sebagai sebuah aktivitas pemecahan teka-teki
kehidupan. Mereka yang memakai gaya pemikiran ini pada umumnya menganggap
kehidupan sebagai sebuah jigsaw puzzle.
Mencari solusi terbaik atas sebuah masalah adalah ibarat merangkai pecahan dari
teka-teki menjadi bentuk yang utuh. Masalah diselesaikan melalui pencarian
informasi yang dianggap relevan, pengujian kualitas informasi dan pemaparan
basil pengujian. Proses tersebut dikenal sebagai reasoning. Langkah-langkah sistematis yang dipakai seorang
pengambil keputusan atas dasar gaya pemikiran ini memiliki dasar pijakan dari
logika scientifika. Pijakan tersebut mengisyaratkan seseorang harus memakai
prinsip induksi dan deduksi (induction
and deduction principles) ketika hendak mencari solusi empiris atas sebuah
masalah.
Prinsip
induksi dan deduksi, pengamatan dan pengujian hipotesis dapat dikombinasikan
dalam cara sistematis guna memperlihatkan alur metode ilmian Penggabungan dua
metode pemikiran dalam gaya pemikiran ilmiah yang pertama kali dikemukakan oleh
Dewey tersebut digunakan untuk memecahkan masalah, membantu proses penentuan
keputusan, menyajikan satu pendekatan untuk menilai validitas kesimpulan akhir
tentang peristiwa yang teramati. Siklus tersebut juga penting, terutama sekali,
bagi para pengambil keputusan yang cenderung memakai gaya pemikiran ilmiah, dan
sangat bergantung kepada data- data empiris. Alur tersebut berguna bagi para
penentu keputusan, yang sekaligus juga adalah peneliti dalam hal:
1. Membantu
mereka dalam menghadapi keingintahuan yang mendalam, keraguan, hambatan,
kecurigaan, atau rintangan atas sesuatu.
2. Menentukan
pokok permasalahan yang jelas; mengajukan pertanyaan, mengkaji secara mendalam
pengetahuan yang sudah ada, mengumpulkan data dan kenyataan, serta membantu
mereka untuk menggunakan pendekatan intelektual dibandingkan emosional dalam
menghadapi masalah.
3. Pengajuan
hipotesis untuk menjelaskan kenyataan yang dipercaya secara logis berhubungan
dengan masalah.
4. Menarik
kesimpulan dari hipotesis yang diajukan dan membantu dalam menemukan Iangkah
tindakan selanjutnya terhadap hasil uji hipotesis. Bila basil sesuai dengan
yang diharapkan/ diramalkan, maka hasil tersebut membantu dalam menentukan
Iangkah upa dan bagaimana yang harus diambil, dan demikian pula sebaliknya.
5. Membantu
para pcncntu keputusan dalam memformulasikan beberapa hipotesis Iainnya.
6. Membantu
pcncnluan langkah-langkah sistematis guna pengujian empiris atas hipotesis.
Dalam hal pengujian, akan didapat beberapa hasil yang mungkin muncul dari satu
atau sejumlah hipotesis yang diajukan. Dari pengujian ini juga didapat
peristiwa lainnya yang patut menjadi perhatian kelak.
7. Membantu
para pembuat keputusan dalam mcngambil kesimpulan akhir berdasarkan kriteria
penolakan atau penerimaan hipotesis. Kesimpulan tersebut dapat dipakai scbagai
bahan acuan dalam menentukan keputusan akhir, dalam memilih salah satu
alternatif solusi pemecahan masalah
8. Memberikan
masukan informasi yang penting terhadap masalah awal yang dihadapi. Siklus gaya
pemikiran ilmiah sesungguhnya memiliki mekanisme feed back yang memberikan
kemudahan bagi Scscorang dalam Memodifkasi langkah-langkah sistematis proses
pemecahan masalah menurut pandangannya, atas dasar kualitas dan kekuatan dari
bukti-bukti yang didapat.
Bagaimanapun juga, tidak terdapat
gaya pemikiran yang paling utama dalam pemecah masalah. Gaya pemikiran terbaik
yang diakui pada saat ini adalah the scientific
method. Namun hal tersebut juga masih menjadi perdebatan di kalangan
akademisi maupun praktisi. Kuadran-kuadran gaya pemikiran dengan sub-sub
gayanya mcrupakan masalah normatif tentang pemilihan gaya pemikiran. Masalah
tersebut tidak dapat diselesaikan secara kaku melalui jalan keputusan
obyektif-ilmiah. Mengapa demikian? Karena masalah dan tantangan yang dihadapi
para manajer tidak selalu berada dalam wilayah Ilmiah-empiris. Para manajer
sebagai pembuat keputusan juga tidak selamanya memakai gaya ilmiah dalam
menyelesaikan masalah, mereka juga tidak selamanya “bersifat intelektual” dalam
menghadapi masalah. Adakalanya penentuan keputusan atas dasar kcterikatan emosi
juga muncul ke permukaan. Kita tidak mengetahui dengan pasti tentang; apakah
seorang manajer memakai gaya pemikiran A atau B, atau gabungan beberapa gaya
pemikiran dalam menentukan keputusan. Kita juga tidak Mengetahui secara pasti
tentang apakah dimensi intelektualitas ataukah emosional yang muncul kala
seseorang membuat keputusan. Bila dimensi emosional yang muncul, maka tentunya
pengambil keputusan akan memakai gaya pemikiran tertentu yang mendukung dimensi
tersebut.
Kuadran gaya pemikiran tersebut
memberikan pada kita satu pengetahuan Deming; gaya pemikiran yang beragam
menawarkan pada kita sejumlah kerangka kerja (framework) yang beragam tentang bagaimana menyelesaikan masalah
yang sangat, rumit dan unik dalam bidang bisnis. Setiap masalah memiliki
karakteristiknya masing-masing. Mungkin saja ditemukan “hukuman keteraturan‘
dalam sebuah masalah, dimana dengan adanya hukum tersebut sebuah mhh dapat
ditentukan penyelesaiannya melalui mekanisme standar eperational procedures (SOP), teknik-teknik pengambilan
keputusan secara matematis Namun hal demikian tidak selamanya terjadi.
Gaya postulasional, mempercayai
proses logika ala prinsip deduktif. Penganut gaya persons of authority lebih menyukai pendapat dan pandangan orang
lain dalam menentukan pilihan. Dengan demikian. persepsi mereka adalah sama
dengan persepsi orang yang mereka anut. Gaya pemikiran ilmiah menggunakm
prinsip gabungan, dan menarik kesimpulan generalisasi atas sifat populasi
berdasarkan atas sampel yang teramati secara empiris. Gaya lainnya seperti: salt-evident truth, literary, dan untested
opinion dipandang baik oleh sebagian orang. karena mekanisme berpikir yang
tidak logis serta pemakaian intuisi sering kali justru membantu pemecahan
beragam masalah yang unik dan tidak logis. Gaya pemikiran yang membantu
terwujudnya pemikiran kreativitas,
nyeleneh. “Tidak logis”, sering
kali dipakai oleh para pembuat keputusan dalam bidang bisnis high paced environment, seperti teknologi tingkat tinggi,
elektronika. hiburan. dan e-commerce.
Pada akhirnya, pemilihan gaya pemikiran yang dipakai tidak dapat diselesaikan
melalui hitungan matematis. Setiap gaya memiliki kelebihan dan kekurangan. Cara
terbaik bagi para pembuat keputusan dalam menentukan keputusan adalah
menggabungkan sejumlah gaya pemikiran. Keputusan akhir yang diambil oleh
penentu keputusan pada akhinya tidak berlandaskan sema-mata pada gaya pemikiran
ilmiah atas dasar pandangan rasional-empiris semata. namun cenderung
berlandaskan pada persepsi terhadap masalah. Antara gaya pemikiran dan persepsi
ini, intuisi (intuition) terletak.
Kajian tentang intuisi dalam pengambilan keputusan akan disampaikan pada bagian
selanjumya. Masalah tentang penentuan dan penggunaan gaya pemikiran dalam
pengambilan keputusan dengan demikian tidak terlepas dari kajian tentang
persepsi.
Masalah tentang persepsi kita atas dunia juga akan
menghasilkan penggunaan gaya yang berbeda. Sebaliknya, gaya pemikiran yang kita
yakini benar. dapat mengubah persepsi kita dalam menyelesaikan masalah.
Artinya, terdapat siklus gaya pemikiran dengan persepsi, dan persepsi dengan
gaya pemikiran. Namun penggunaan kata siklus sebetulnya kurang tepat. Kata
“siklus” nampaknya lebih mendekati kebenaran. Persepsi berisikan proses
penggunaan gaya pemikiran dalam mengolah informasi tentang stimulus guna
menghasilkan respon. Pembahasan mengenai hal ini dapat dilihat pada bagian
selanjutnya.
B. Persepsi (Perception)
Pengetahuan tentang proses persepsi membantu organisasi
dan manajer dalam mengambil keputusan secara lebih baik. Kajian manajemen
pemasaran dan pelaku konsumen banyak sekali mempelajari persepsi dan perilaku
dari konsumen dan pelanggan. Kajian riset pemasaran ditujukan untuk menggali
informasi sebanyak mungkin tentang persepsi dan sikap seseorang terhadap
produk, barang dan jasa, yang ditawarkan. Persepsi merupakan sebuah proses
kognitif yang memudahkan kita untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan
kita. Para pengambil keputusan menjadikan persepsi sebagai salah satu “alat”
untuk memilih alternatif solusi terbaik. Melalui proses ini, perincian masalah
sebenarya yang harus ditemukan solusi, penetapan sejumlah Altematif, dan
penentuan tindakan untuk mewujudkan keputusan yang telah diambil, dipermudah.
Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara pandang manusia
terhadap lingkungannya, terhadap apa yang ada di sekelilingnya. Persepsi dapat
juga dikatakan sebagai respon terhadap sejumlah obyek yang berbeda. Respon
tersebut mcmpakan sebuah proses dimana seorang individu memilih, mengatur dan
menginterpretasikan rangsangan menjadi sebuah gambaran yang lengkap dan
bermakna tentang lingkungannya. Definisi sederhana ini menunjukkan bahwa
persepsi mempakan sebuah penilaian subyektif, atau sebuah respon yang bersifat
pribadi seseorang atas fenomena alam realitas yang diamati. Penilaian subyektif
ini bagaimanapun juga tidak terlepas dan' posisi manusia sebagai makhluk sosial
(zoon politikon). Oleh posisi
tersebut, maka persepsi dapat juga dikatakan sebagai persepsi sosial (social perception) atau kognisi sosial (social cognition). Pengertian yang
terakhir merupakan suatu studi tentang bagaimana orang mempersepsikan orang
lain, atau memberikan kebermaknaan tentang lingkungan. Persepsi dengan demikian
merupakan sebuah mekanisme pengolahan informasi lingkungan sosial (social information processing).
Pengolahan informasi tentang alam realitas, lingkungan sosial, dilakukan
melalui proses pernikiran dan proses mental. Dengan demikian, gaya permikiran
yang dipakai, dan proses mental yang digunakan seseorang akan mempengaruhinya
dalam menentukan aktivitas yang dilakukan dan akan dilakukannya.
Jika di sebuah tempat, waktu dan peristiwa yang sama ada
dua orang dengan latar belakang yang berbeda menangkap sebuah stimulus yang
sama, maka akan dapat diketahui kesan atau pergolakan pemikiran dalam diri
masing-masing. Selain itu, akan dapat diketahui bagaimana mereka mencoba
melakukan penafsiran atas stimulus tersebut secara berbeda-beda. Penafsiran
yang berbeda akan menimbulkan reaksi yang berbeda-beda terhadap obyek atau
stimulus yang sama.
Perbedaan reaksi timbul oleh perbedaan cara masing-masing
individu menangkap dan menyeleksi stimulus, mengorganisasikannya dan
menginterpretasikannya berdasarkan atas kebutuhan (needs), nilai (values), dan
pencapaian (expectations).
Rangsangan atau obyek (stimulus),
merupakan beberapa unit obyek dari segala yang masuk ke dalam alam pikiran
kita. Kajian pengambilan keputusan menjadikan stimulus sebagai masalah atau
tujuan. Sejak kita selalu dihadapkan pada sejumlah keterbatasan, kelangkaan,
ketidakpastian, dan risiko dalam pencapaian tujuan, maka hal-hal (konsep) yang
telah disebutkan tersebut dapat kita kategorikan sebagai stimulus.
Indra penyerap (sensory
input sense) merupakan seluruh panca indra penangkap stimulus. Selain
menangkap, seluruh indra tersebut juga melakukan pengolahan informasi sosial,
dan memberikan reaksi secara langsung atau tidak langsung terhadap obyek yang
diterima. Proses pengolahan ini melibatkan juga proses mental dan pemikiran
untuk menghasilkan respon. Dalam kajian pengambilan keputusan, indra penyerap
dan proses yang mengikutinya dinisbahkan pada proses pengambilan keputusan.
Rangkaian dari proses ini adalah respon terakhir, penentuan keputusan, atau
pemilihan satu di antara sejumlah alternatif solusi. Proses pengolahan
informasi secara mental dan intelektual ini tidak sama teijadi di antara dua
pengambil keputusan. Perbedaan respon terhadap peristiwa yang sama disebabkan
oleh beragam faktor, dimana salah satunya adalah perbedaan dalam latar belakang
pengalaman (frame of experience).
Pengalaman dapat menjadi stimulus pembentuk karakter dan perilaku seseorang.
Perbedaan latar belakang pengalaman sering menjadikan seseorang melakukan
proses pengambilan keputusan berdasarkan atas kumpulan informasi elemen
peristiwa masa lalu. Oleh adanya keterbatasan manusia dalam meramalkan
peristiwa masa depan, maka kita merasa lebih nyaman bila pengambilan keputusan
didasarkan atas pengalaman. Dengan demikian, persepsi/proses persepsi mempakan
fungsi dari pengalaman ditambah proses pengolahan secara mental dan intelektual
informasi sosial. Proses pengolahan informasi sosial merupakan bagian dari gaya
pemikiran.
C. Gaya Pemikiran dan Persepsi
Sebagaimana telah disinggung di atas. Kata kunci yang
selalu terdapat dalam kajian proses pengambil keputusan, gaya pemikiran dan
persepsi, adalah informasi. Proses pengolahan informasi sosial merupakan basis
pembentuk persepsi. Basis tersebut juga merupakan dasar bagi gaya pemikiran.
Gaya pemikiran merupakan proses mental dan intelektual pengolahan beragam ,
informasi yang bemilai. Baik persepsi maupun gaya pemikiran keduanya sama- sama
berangkat dari adanya rangsangan stimulus. Rangsangan tersebut berada di
luar/sisi ekstemal manusia. Respon yang diberikan terhadap rangsangan dalam
wujud proses mental dan intelektual, akan berbeda-beda antara satu orang dengan
orang lain.
Perbedaan ini menjadikan proses pengambilan keputusan
yang dilakukan seorang manajer dan organisasi berbeda—beda pula. Perbedaan cara
pandang nerhadap suatu rangsangan atau obyek, menjadikan pengambil keputusan
memandang rangsangan sebagai masalah besar yang harus diselesaikan, karena hal
tetsebut akan mempengaruhi pencapai tujuan perusahaan. Sedang bagi pihak lain,
masalah yang sama dipandang sebagai masalah minor yang dapat diabaikan, karena
terdapat masalah lain yang jauh lebih besar. Dalam kegiatan bisnis, perbedaan
persepsi terhadap sesuatu merupakan hal yang wajar. Tidak terdapat kesepakatan
mengenai kesamaan cara pandang tentang fenomena, peristiwa atau obyek yang
terdapat di lingkungan merupakan kasus “masalah bersama” (common problem) Para
pengambil keputusan sering kali berseteru dalam beragam hal. Masalah
peningkatan kualitas (quality improvement
problem). Sebagai contoh. Ada yang berpandangan bahwa kualitas merupakan
sesuatu yang mahal. Proses peningkatan kualitas memerlukan biaya yang mahal,
karenanya, usaha untuk meraih kualitas yang tinggi adalah proyek jangka
panjang. Pengambil keputusan lainnya berpendapat, kualitas adalah murah.
Karenanya, seluruh proses bisnis haruslah ditujukan untuk memih tingkat
kualitas tinggi, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun Panjang.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
KesimpulanDari uraian di
atas dapat diperoleh kesimpulan bahwasanya dalam hal penentuan sebuah keputusan
harus benar-benar tepat, agar sejalan dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Selain mempercepat sekaligus mempermudah proses pengambilan
keputusan, tepatnya penentuan sebuah keputusan juga dapat menghemat sumber
daya, baik itutenaga, pikiran, maupun waktu.Untuk menjamin keberhasilan dalam
mengimplementasikan sebuah keputusan yang stratejik diperlukan pulaskil
kepemimpinan yang bermutu. Sestratejik apapun keputusan yang dapat
diciptakan/dihasilkan, apabila dalam pengimplementasiannya adalah kurang, maka
keputusan yang dikatakanstratejik tidak akan membawa dampak yang signifikan
atau yang sejalan dengan tujuan dan sasaran perusahaan.
Proses manajemen strategi yang
diungkapkan dalam makalah ini secara teoritis bukanlah hal yang mudah, akan
tetapi dalam hal praktiknya (operasinya) melaksanakan proses yang sederhana ini
merupakan pekerjaan yang sangat berat. Untuk mencapai strategi yang matang,
sehingga dalam operasi dilapangan akanlebih terkoordinasi dengan strategi yang
sudah dibangun sebelumnya. Oleh sebab itu banyak pakar manajemen yang
mengatakan bahwa manajemen strategi dan manajemen operasi adalah dua hal yang
harus berhubungan jika inginmencapai suatu tujuan, dengan kata lain manajemen
strategi yang kurang baik tentukan akan menimbulkan dampak bagi operasi
(pelaksanaan) suatu tujuan dimasa depan, dan sebaliknya.Pembangunan dunia
pendidikan saat ini membutuhkan manajer strategi dan operasi yang mampu mengidentifikasi
apa yang harus dilakukan sekarang untuk meraih masa depan yang diharapkan,
untuk itu manajer strategi dan operasi tersebut harus mengetahui kekuatan,
kelemahan, ancaman dan tantangan yang ada saat ini, dan masa depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Bogor: Pustaka
Al-kautsar, 2009)
Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur, jilid 4, (Semarang:
Pustaka Rizki putra, 2000).
Komentar
Posting Komentar