MAKALAH SISTEM DAN PROSEDUR PELAYANAN PUBLIK




SISTEM DAN PROSEDUR PELAYANAN PUBLIK






















DISUSUN OLEH:


ALIF DIO
BRILIAN UTAMA PUTRA   
(941417002)


ULYAN Y.
IDRIS                                        (941417061)














UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO


FAKULTAS EKONOMI


JURUSAN MANAJEMEN


PROGRAM STUDI S1 ILMU
ADMINISRTASI PUBLIK


TAHUN 2020







KATA PENGANTAR



            Dengan meyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi
Maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya  yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “MANAJEMEN
ASET” tentang “
SISTEM DAN PROSEDUR PELAYANAN PUBLIK


Adapun makalah tentang
SISTEM DAN PROSEDUR PELAYANAN PUBLIK
ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.


Namun tidak lepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah
ini.


            Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatannya sehingga dapat memberi inpirasi terhadap pembaca.


                                                                                               


                                                                                                Gorontalo,
14 Februari 2020  





Penyusun










DAFTAR ISI






























BAB I



PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang



Sebuah unit pelayanan wajib
menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan. Standar ini merupakan
tolok ukur penyelenggaraan pelayanan bagi pelaksana dan pengguna layanan.
Komponen ini, kemudian bisa menjadi acuan untuk mengukur efektivitas pelayanan
dan menakar kepuasan pengguna layanan saat mengakses layanan di unit pelayanan
publik.


Tingkat kepuasan pengguna layanan
itulah yang kemudian dijadikan bahan masukan untuk terus membenahi
penyelenggaraan pelayanan publik agar lebih apik. Perbaikan pelayanan harus
selalu dilakukan seiring perkembangan kebutuhan pengguna layanan dan kemajuan
pengetahuan, informasi dan komunikasi. Dengan begitu, kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik dapat berjalan dinamis dan terus menunjukkan kualitasnya yang
baik.


Oleh karena itu, pengetahuan mengenai
standar pelayanan menjadi penting. Melalui pemahaman tersebut, pelaksana dan
pengguna layanan bisa mengetahui hak dan kewajiban atas pelayanan yang
diberikan dan diterima. Melalui kesepahaman itu, peningkatan kualitas pelayanan
publik terbuka lebar sehingga kesejahteraan umum, yang menjadi citacita bangsa,
dapat dengan mudah dicapai.


Pelayanan
publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam
kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai
pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam
bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan
lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform)
 yang dialami negara-negara maju
pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya
peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.


            Di
Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama
dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984
tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha.
Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih
mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan,
maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada
perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Oleh
karena saya membuat makalah ini dengan judul “Sistem dan Prosedur Pelayanan
publik” dan diharapkan agar kita lebih memahami tentang Model Reformasi
Pelayanan Publik tersebut.


1.2  Rumusan
Masalah


1.      Pelayanan Publik








1.3  Tujuan
Penulisan


1.      Untuk Mengetahui Pengertian
Pelayanan Publik


2.      Untuk Mengetahui Standar Pelayanan Publik


3.      Untuk Mengetahui Permasalahan Pelayanan Publik


4.      Untuk Memberikan Solusi Atau Pemecahan Masalah






1.4   


BAB II



PEMBAHASAN



2.1  Pelayanan Publik



Pelayanan publik, sebagaimana
tertuang dalam UU 25/2009, dimaknai sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan atas barang, jasa dan pelayanan
administratif yang disediakan penyelenggara pelayanan publik. Ini berarti,
negara berkewajiban dan bertanggungjawab atas pemenuhan hak dan kebutuhan dasar
masyarakatnya demi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945.


Penjelasan lebih lanjut mengenai
ketentuan ini dijabarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 96/2012. Pada
peraturan tersebut, ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang,
jasa dan administratif. Pelayanan barang dan jasa dimaknai sebagai pengadaan
dan penyaluran barang dan jasa publik oleh penyelenggara yang sebagian dan
seluruh dananya bersumber dari anggaran negara.


Sementara pelayanan administratif
dipahami sebagai pelayanan oleh penyelenggara yang menghasilkan berbagai bentuk
dokumen resmi yang diperlukan masyarakat. Dokumen resmi tersebut bisa berupa
dokumen perizinan maupun non-perizinan. Inilah jenis pelayanan yang paling
banyak diakses masyarakat pada umumnya.


Pelayanan publik diibaratkan sebagai
sebuah proses, dimana ada orang yang dilayani, melayani, dan jenis dari
pelayanan yang diberikan. Sehingga kiranya pelayanan publik memuat hal-hal yang
subtansial yang berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh
swasta. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
dalam rangka memenuhi segala kebutuhan masyarakat, sehingga dapat dibedakan
dengan pelayanan yang dilakukan oleh swasta (Ratminto, 2006).


         Sebagai
contoh adalah pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang diberikan oleh pihak
kepolisian dan dimonopoli oleh satu pihak. SIM tidak boleh dikeluarkan oleh
lembaga lain termasuk swasta. Sehingga pelayanan yang seperti itu dengan ciri
dimonopoli oleh pemerintah disebut pelayanan publik.


         Namun,
dalam perjalanannya ternyata pelayanan publik menemui berbagai macam rintangan
yang menghadang. Salah satunya adalah paradigma birokrasi yang cenderung untuk
minta dilayani ketimbang melayani. Hal tersebut mengakibatkan berbagai
persoalan (Singgih Wiranto,2006) seperti berbelit-belit, tidak efektif dan
efisien, sulit dipahami, sulit dilaksanakan, tidak akurat, tidak transparan,
tidak adil, birokratis, tidak profesional, tidak akuntabel, keterbatasan
teknologi, keterbatasan informasi, kurangnya kepastian hukum, KKN, biaya
tinggi, polarisasi politis, sentralistik, tidak adanya standar baku dan
lemahnya kontrol masyarakat. Sedangkan telah terjadi pergeseran paradigma
pelayanan publik dimana rakyat atau warga Negara adalah focus dari pelayanan.


         Pelayanan
publik sendiri terdiri dari berbagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh
Negara. Pelayanan publik dapat berupa pelayanan di bidang barang dan jasa
(Ratminto,2006). Pelayanan dibidang jasa seperti penyediaan bahan baker minyak
yang dilakukan oleh Pertamina, dan beras yang diurus oleh Badan Usaha Logistik
(BULOG). Sedangkan dalam porsi jasa dapat berupa jasa perizinan dan investasi
yang sekarang ini sedang marak untuk dikaji dan diperbincangkan oleh berbagai
kalangan, baik itu akademisi maupun praktisi.


            Dengan
diberlakukannya pelayanan satu tempat atau One Stop Service (OSS)
apakah telah dapat memperbaiki kualitas pelayanan terhadap perizinan. Seperti
yang kita ketahui bahwa dengan adanya sistem OSS tersebut tidak serta merta
masalah pelayanan perizinan yang berbelit-belit dan panjang akan terhapus. Hal
tersebut dikarenakan beberapa alasan.


1.     
terkadang
isntitusi-institusi yang digabungkan dalam dalam satu kantor bukan berarti
pemangkasan birokrasi. Publik harus tetap melalui meja-meja yang “sama” dengan
sbelumnya. Bedanya jika dulu “meja-meja” lokasinya berbeda sekarang “jadi satu
kantor”.


2.     
Orang-orang
yang berada dikantor pelayanan satu atap yang “mewakili” institusinya tidak
memiliki kewenangan yang cukup untuk menetapkan keputusan yang mendesak dalam
hal pelayanan. Sehingga lagi-lagi si “publik” harus menunggu atasan “pelayan”
dikantor tersebut, dalam memeberikan keputusan. Sehingga kantor inipun gagal
mencapai tujuan awal yaitu efisiensi (Indiahono,2006).


2.2  Standar Pelayanan
Publik



Penyelenggaraan pelayanan publik
tidak bisa dilepaskan dari standar pelayanannya. Standar inilah yang kemudian
menjadi tolok ukur pelayanan yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan publik. Pedoman ini akan berfungsi sebagai acuan pelaksana dan
pengguna pelayanan dalam memenuhi dan memperoleh hak serta kebutuhan dasarnya.


Standar pelayanan juga diperlukan
dalam upaya menilai efektivitas pelayanan dan mengukur kepuasan masyarakat saat
mengakses pelayanan yang diselenggarakan penyelenggara. Penilaian itu,
kemudian, bisa dijadikan landasan untuk memperbaiki kualitas pelayanan agar
penyelenggaraannya semakin berkualitas, mudah, cepat, terjangkau dan terukur.


Ada beberapa komponen yang
terkandung dalam standar pelayanan. Aneka komponen itu termaktub dalam Bab V UU
25/2009. Seluruh komponen tersebut wajib disusun, ditetapkan dan diterapkan
sehingga diketahui oleh masyarakat luas yang mengakses pelayanan. Berikut ini
komponen wajib standar pelayanan yang harus ada pada unit pelayanan publik:


1.     
Persyaratan


Informasi ini harus
jelas dan terang terpublikasi di hadapan pengguna pelayanan. Syarat yang
ditentukan setiap penyelenggara pelayanan tentu berbeda pada setiap instansi
dan setiap produk pelayanan. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun
persyaratan adalah efektivitas dan efisiensinya. Artinya, indikator ini tidak
mempersulit pengguna layanan namun juga segaris dengan dasar hukum yang ada.
Melalui cara ini, pengguna layanan memperoleh kejelasan, sementara
penyelenggara layanan bisa meminimalisasi penjelasan verbal kepada penggunanya.































Text Box:
Text Box:
Text Box: Contoh persyaratan pengurusan dokumen pelayanan publik



 





2.     
Sistem Mekanisme
dan Prosedur


Ini adalah salah satu indikator yang
acapkali ditanyakan pengguna pelayanan.
Sistem, Mekanisme dan Prosedur merupakan rangkaian proses pelayanan yang disusun secara jelas dan pasti, yang berbentuk sebuah bagan dan secara
tegas menggambarkan tata cara yang
harus ditempuh pengguna untuk memperoleh layanan. Selain itu, Bagan Alur mesti sederhana, tidak berbelit, mudah dipahami, dan dilaksanakan. Sebaiknya
disusun dalam bentuk flow chart
yang dipampang di ruang layanan. Dengan pemenuhan unsur ini, pengguna pelayanan memperoleh
kepastian dan kejelasan alur layanan.


“Sistem, Mekanisme dan Prosedur
adalah tata cara pelayanan yang
dibakukan bagi penerima pelayanan.
Prosedur pelayanan merupakan proses
yang harus dilalui seorang pelanggan untuk
mendapatkan pelayanan yang diperlukan ”






3.     
Jangka Waktu
Layanan


Merupakan tenggat waktu pemberian
layanan oleh penyelenggara layanan. Kepastian waktu, jelas menjadi
hal penting yang perlu diketahui pengguna pelayanan. Melalui
kejelasan waktu pelayanan, pengguna bisa senantiasa berada dalam kondisi tenang
dalam menjalani setiap tahap layanan yang dilalui. Hindari
adagium “kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat?” Sudah
saatnya penyelenggara layanan memampang


waktu layanan bagi pengguna layanan. Dengan cara itu,
kepastian dan kejelasan layanan masyarakat bisa terjamin.


“Jangka waktu layanan TIDAKLAH sama dengan jam buka layanan”
























Text Box:
Text Box:

 















































4.     
Biaya/Tarif


Ketidakjelasan informasi biaya
kerapkali menimbulkan masalah. Pengguna acap kali dihadapkanpada kebingungan
pada jumlah Rupiah yang harus mereka keluarkan. Artinya,  untuk mencegah potensi terjadinya pungutan
tidak resmi, penyelenggara negara wajib memampang besaran biaya/tarif yang
harus dikeluarkan penerima layanan publik. Bahkan, untuk layanan yang diberikan
secara cuma-cuma, penyelenggara wajib memampang kata “GRATIS” di unit
pelayanannya.


Dengan begini, kejelasan bisa
tercipta dan potensi penyimpangan dalam rupa pungutan liar (pungli) bisa
dihindari. “untuk layanan yang diberikan secara cumacuma,


penyelenggara wajib memampang kata GRATIS.








5.     
Produk Pelayanan


Apa guna aneka layanan yang
bermanfaat bila pengguna tidak tahu produk layanan yang tersedia? Informasi
mengenai produk pelayanan perlu diketahui pengguna. Penyelenggara wajib
mempublikasikan aneka produk layanan yang ada. Melalui publikasi tersebut,
pengguna bisa melihat seluruh produk pelayanan yang disediakan penyelenggara,
sehingga kelangsungan pelaksanaan layanan publik yang berkualitas dapat
tercipta dan senantiasa terjaga. “Layaknya masuk ke sebuah restoran, produk
pelayanan adalah daftar menu yang disajikan kepada pelanggan”


6.     
Sarana, Prasarana
atau Fasilitas


Text Box:  Text Box:  Sebuah unit pelayanan yang berkualitas mesti ditopang dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi ini perlu tercipta agar
pengguna mendapatkan rasa nyaman saat mengakses pelayanannya. Apa jadinya bila
pengguna saling berebut tempat antre, misalnya? Untuk situasi ini, tentu saja
sarana antre menjadi signifikan. Solusinya tentu saja dengan memberikan nomor
antrean pada pengguna layanan yang datang terlebih dahulu. Itu hanya salah satu
sarana yang mesti dipenuhi penyelenggara. Lainnya adalah ruang tunggu, tempat
duduk, toilet, loket/meja pelayanan, dll.























7.     
Evaluasi Kinerja
Pelaksana (Umpan Balik Dari Pengguna Layanan)


Apa ukuran sebuah penyelenggaraan
pelayanan publik yang baik? Salah satunya adalah penilaian dari pengguna
layanan. Dari mereka, penyelenggara pelayanan akan memperoleh banyak asupan
opsi peningkatan pelayanan. Cara mendapatkan penilaian tersebut, salah satunya,
melalui penyediaan sarana penilaian layanan publik dari pengguna.


Boleh jadi, sarana itu berupa kotak
kepuasan pelanggan, kuesioner kepuasan pelanggan atau sarana digital dalam rupa
layar sentuh. Poin pentingnya adalah masukan dari


pengguna akan memperkaya opsi peningkatan layanan publik.


“Masukan dari pengguna akan memperkaya opsi peningkatan
layanan publik”



















 







2.3  Permasalahan Pelayanan Publik



Permasalahan utama pelayanan
publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu
sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya
manusia, dan kelembagaan.Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan
publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:


1.     
Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi,
maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.


2.     
Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.


3.     
Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan
tersebut.


4.     
koordinasi.
Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang
berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan
kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang
terkait.


5.     
Pelayanan
(khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses
yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan
yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan
masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu
dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang
terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai
masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.


6.     
Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan
kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari
masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu


7.     
.
Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.


Dilihat dari sisi sumber daya
manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme,
kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu
dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang
tepat.


Dilihat dari sisi kelembagaan,
kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang
membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan
fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang
juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.


2.4  Pemecahan Masalah (Solusi)



            Sebuah
alternative yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang ada pada
lembaga pelayanan publik adalah dengan menggunakan sebuah sistem yang
menggunakan partisipasi masyarakat sehingga pelayanan akan berada pada dua
arah. Antara pelanggan dan yang melayani. Dalam berbagai referensi sistem itu
disebut Citizen Charter atau Service Charter.


            Istilah Citizen
Charter
 (CC)atau kontrak pelayanan pertama kali diperkenalkan oleh
Osborne dan Plastrik (1997). Citizen Charter (CC) adalah
standar pelayanan yang ditetapkan berdasarkan aspirasi dari pelanggan, dan
birokrasi berjanji untuk memenuhinya. Citizen Charter (CC)
merupakan sebuah pendekatan dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang
menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian. Dalam hal
ini, kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan harus menjadi pertimbangan
utama dalam proses pelayanan (AG. Subarsono,2006)


            Dengan
kontrak pelayanan berarti ada sebuah komitmen antara pelanggan dan yang
melayani. Dalam hal ini akan ada sebuah kesepakatan baik itu mengenai
pelayanan, prosedur, waktu penyelesaian, maupun biaya yang ditanggung oleh
pelanggan. Dengan demikian ada sebuah kesepahaman antara hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak.


Tuntutan masyarakat pada era
reformasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh
karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya
mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan
publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari
sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:


1.     
Penetapan
Standar Pelayanan
.
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis
pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan
visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana,
waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi
mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi
mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen
yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan
kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya
beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.


2.     
Pengembangan
Standard Operating Procedures (SOP)
. Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara
konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP,
maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan
dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara
konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:


v Untuk memastikan bahwa proses
dapat berjalan
 uninterupted. Jika terjadi hal-hal
tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu
berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu
proses pelayanan dapat berjalan terus;


v Untuk memastikan bahwa
pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;


v Memberikan informasi yang
akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi
penyimpangan dalam pelayanan;


v Memberikan informasi yang
akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur
pelayanan;


v Memberikan informasi yang
akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;


v Memberikan informasi yang jelas
mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang
akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa
semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan
tangungjawab yang jelas;


3.     
Pengembangan
Survey Kepuasan Pelanggan
.
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme
penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan
pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia
pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey
kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik;


4.     
Pengembangan
Sistem Pengelolaan Pengaduan
. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi
upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga
pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat
efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan
masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro,
peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan
model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan
publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara
 privateuntuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah
banyak diperkenalkan antara lain:contracting out, dalam hal ini
pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang,
pemerintah memegang peran sebagai pengatur;
 franchising, dalam hal ini pemerintah
menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang
diikuti dengan
 price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga
dapat melakukan privatisasi.


Disamping itu, peningkatan
kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi,
yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih
sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam
penyelenggaraan pelayanan.









BAB III



PENUTUP



3.1  Kesimpulan



Arah baru atau model reformasi birokrasi
perlu dirancang untuk    mendukung demokratisasi
dan terbentuknya clean and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang
rasional, melakukan transparansi dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap
kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya
hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public
accountibility) secara teratur.


Reformasi adalah mengubah atau
membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi bertujuan
mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini
jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.


Tujuan reformasi birokrasi:
Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu tata
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean
government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.


3.1  Saran



1.      Penerapan model reformasi
pelayan publik dalam sistem Pemerintahan  yang sekarang diterapkan
belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja
Pemerintah  belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk
memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.


2.      Upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik oleh Pemerintah  dalam hal ini dapat dilakukan
dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme
pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna demokrasi.









DAFTAR PUSTAKA



H.
Kriswahyu, Ibnu Firdaus Zayyad, M. Arief Wibowo, Hendi Renaldo, Diani Indah R,
Indah Fajarwati. 2017.
Standar pelayanan publik sesuai UU
No 25 Tahun 2009,

Jakarta Selatan; Ombudsman RI



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN